Bab. 35

63.3K 5.7K 1.4K
                                        

Pre Order akhir Juni 2021
Untuk info lebih detail, bisa pantau IG aku (nadianisa13) dan IG Penerbit (loveable.redaksi)






Hafsah telah di perbolehkan pulang selama berada di rumah sakit sekitar tiga hari, tapi ketiga putra kecil mereka harus tetap tinggal selama dua minggu di sana.

Awalnya ada rasa sedih yang selalu muncul kala Hafsah mengingat tentang kondisi tiga putranya. Tapi dia selalu berdoa agar ketiganya lekas sehat.

Pada akhirnya, penantian dua minggu itu terbayar kala tiga putranya pulang dengan keadaan yang lebih baik. Ketiganya mirip Atlas, tak ada yang mirip dengan Hafsah satupun.

Tak masalah, karena itu juga yang Hafsah harapkan. Tidak di sangka, kini dirinya telah menjadi seorang Ibu. Hafsah bahagia, dia juga di bantu oleh Mama mertuanya untuk mengurus si kembar.

Sekarang Hafsah sudah berani memandikan dan mengurus si kembar seorang diri, Atlas hanya di perbolehkan untuk menyiapkan pakaian dan mengganti popok, untuk menggendong juga boleh, tapi harus ada pengawasan dari Hafsah.

Atlas dan Hafsah juga telah memberi nama si kembar, bayi pertama mereka beri nama, Abhimata Althaf Faizan, yang kedua, Abiandra Altan Sarfraz, yang ketiga, Abisatya Alfan Asdaq.

Atlas duduk di sisi kasur sembari mengerjakan tugas kuliah, tiga putra kecilnya sama-sama diam di tengah kasur, padahal waktu telah menunjukan pukul sepuluh malam, tapi tiga bayi yang belum genap berusia satu bulan itu masih saja terjaga.

Menggemaskan memang, Atlas jadi semakin gencar ingin cepat lulus dan mencari pekerjaan dengan penghasilan lebih agar mampu untuk memenuhi kebutuhan anak-anak serta istrinya.

Beruntungnya si kembar yang terlahir dari keluarga yang selalu perduli pada mereka.

Mereka juga telah mendapatkan kasih sayang yang tulus dari kakek neneknya. Atha sampai memberikan mereka baju dengan tulisan nama mereka masing-masing di depan dada, karena ketiganya kembar identik, jadi sulit untuk membedakan mana Althaf, Altan, dan Alfan. Atlas saja sering salah panggil apalagi orang lain.

Terdengar suara tangis dari Alfan, Atlas bergegas menyingkirkan laptopnya dan beralih pada sang putra.

“Hallo… Papa di sini, jangan nangis.” Atlas mengelus pipi gembul Alfan. Diantara ketiganya, Alfanlah yang paling rajin menangis, kalau Althaf itu masuk dalam katagori jarang, sedangkan Altan, dia sangat pendiam. Sesuai dengan arti nama depannya Abiandra yang berarti pendiam.

“Mau minum ya? Tunggu Mama dulu ya sebentar… sabar sayang.” Atlas gemas sendiri, dia tidak tahan jika tidak mencubit pipi gembul putranya.

“Eh! Abang!” Hafsah tiba-tiba muncul dari balik pintu sambil membawa satu gelas susu putih untuk Atlas.

“Jangan di cubit, nanti tambah gembul pipinya,” ucap Hafsah sambil berjalan ke arah Atlas dan putra mereka. Atlas hanya tersenyum manis tanpa dosa.

“Gemas Dik, jadi Abang cubit. Gak keras kok, cubit sayang.”

“Papa nakal ya? Pipi Alfan di cubit mulu ya?” Hafsah naik ke atas kasur, memberikan Atlas segelas susu dan menggendong Alfan.

“Adik istirahat, biar Abang yang jaga anak-anak,” ucap Atlas sembari meminum susunya.

“Nanti, tunggu anak-anak tidur,” ucap Hafsah.

“Luka jahitannya masih sakit?” tanya Atlas.

“Enggak, paling terasa nyeri jika hawa dingin,” balas Hafsah. Atlas mengangguk. “Tidur, nanti juga mereka ikut merem, biar Abang yang pindahi ke keranjang mereka nanti.”

Atlas [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang