Bab. 28

44.3K 5.3K 887
                                        

Pre Order akhir Juni 2021
Untuk info lebih detail, bisa pantau IG aku (nadianisa13) dan IG Penerbit (loveable.redaksi)











Angin malam berhembus kencang menerpa wajah laki-laki yang tengah duduk diam di atas motor.

Tatapannya di biarkan kosong, pikirannya melayang entah ke mana, hatinya merasakan nyeri yang luar biasa saat dia mengingat kejadian beberapa jam lalu bahwa, dia telah menyakiti hati sang istri lewat sebuah perkataan yang seharusnya tidak dia lontarkan.

Dia memejamkan mata, membuang napas kasar berkali-kali. Sialan! Harusnya dia mampu bersikap dewasa untuk menghadapi semua masalah dalam hidup rumah tangganya.

Atlas benar-benar menyesali ucapan bohongnya saat ini, dia berbohong jika tak suka melihat Hafsah manja, dia berbohong jika tak suka dengan semua tingkah aneh Hafsah. Atlas menyukai semuanya, tanpa terkecuali.

Pagi ini Ummar dan Atha baru saja datang ke Kampus untuk menyerahkan surat pengunduran diri Hafsah sebagai mahasiswa di sana. Jalan yang telah di pilih Hafsah memang berat, dia harus rela melepas segala impiannya saat ini. Tapi meraih Surga dalam rumah tangga adalah menjadi jalannya.

“Ayah maaf,” ucap Atlas. Ummar tersenyum sambil menepuk bahu Atlas.

“Tak perlu minta maaf, ini semua keputusan Hafsah. Tak apa, Allah telah merencakan hal yang terbaik untuk dia dan kehidupan rumah tangga kalian,” balas Unmar. Atlas mengangguk. Dia bersyukur memiliki Ayah mertua seperti Ummar meski awalnya memang sangat kaku jika berhadapan dengan beliau.

Atha maju dan mengelus puncak kepala Atlas. “Jaga istri kamu baik-baik ya, ingat. Jangan sakiti dia dalam hal apapun! Kalau Atlas menyakiti Hafsah, itu sama saja Atlas menyakiti Mama,” ucapnya. Atlas mengangguk.

“Iya Papa.”

Setelah itu, Ummar dan Atha pamit untuk pulang. Atlas menghembuskan napasnya pelan, dia akan melakukan hal yang terbaik untuk Hafsah dan anak-anaknya kelak.

“Atlas!” merasa namanya dipanggil, calon Papa muda itu menoleh dan mendapati seseorang yang tengah berjalan ke arahnya.

“Saya mencari istri kamu, tapi tidak ketemu.”

“Dia tidak ke kampus.” Falih mengangguk. Dosen muda itu kemudian mengajak Atlas untuk ke kantin. Ada hal yang  ingin di bicarakan saat ini.

“Saya sebentar lagi ada kelas, jadi tidak bisa lama-lama.”

“Iya, saya juga sibuk.”

“Langsung saja, ada apa,” ucap Atlas dengan wajah datarnya. Suami Hafsah itu terkesan dingin jika berhadapan dengan Falih.

“Saya ingin bertemu dengan Hafsah, ingin membahas masalah pesanan kue untuk acara seminar , tapi kenapa tidak ke kampus? Dan kenapa tadi saya melihat Ayahnya?”

Atlas mengerjap pelan, sisa-sisa sakit kepala akibat muntah pagi tadi masih sedikit terasa dan kini frekuensi denyut dalam kepalanya bertambah karena Falih.

“Hafsah tidak akan ke kampus lagi, jadi tidak perlu cari dia. Dan berapa uang muka yang sudah anda berikan pada Hafsah, akan saya ganti sekarang juga,” balas Atlas sambil menguluarkan dompetnya.

“Maksud anda, Hafsah berhenti kuliah?” tanya Falih tidak percaya.

“Kalau anda memiliki otak cerdas, pasti tidak perlu bertanya lagi!” Falih diam, ternyata mulut dari suami Hafsah pedas juga kalau berbicara.

Atlas [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang