Bab. 16

52.3K 7K 1.9K
                                        

Pre Order akhir Juni 2021
Untuk info lebih detail, bisa pantau IG aku (nadianisa13) dan IG Penerbit (loveable.redaksi)







Hafsah menata pakaian Atlas yang belum sempat dia taruh di lemari, setelah memasak untuk sarapan dan bersih diri, dia menyibukkan diri lagi dengan menata pakaian Atlas dan kamarnya.

Pipi Hafsah bersemu seketika kala dia mengingat hal saat bangun tidur tadi, tenyata dia dan Atlas tidur saling berhadapan.

Hafsah bisa melihat wajah Atlas dengan jarak dekat pagi tadi, sangat dekat malah.

Dia dan Atlas masih sama-sama canggung memang, masih butuh proses pengenalan. Jadi untuk saat ini, mereka fokus mengenal diri masing-masing.

“Assalamualaikum?” Hafsah menoleh ke arah pintu. Ada Atlas di sana, suaminya baru saja pulang dari salat subuh.

“Waalaikumsalam,” jawab Hafsah dengan diakhiri senyum, membuat pipi Atlas merona. Dia suka, sangat suka kala melihat senyum Hafsah.

“Sini sajadahnya.” Hafsah mendekat ke arah Atlas, menyalami suami dan mengambil sajadannya untuk ditaruh di lemari kecil.

“Tadi ada kajian ya di mushala?” tanya Hafsah sambil menaruh sajadah milik Atlas tadi.

“Iya.” Atlas duduk di sisi kasur sambil menatap gerak-gerik Hafsah.

“Abang mau ganti baju ya? Aku siapin dulu bajunya.” Entah kenapa Atlas lebih tertarik untuk mengamati Hafsah ketimbang menjawab pertanyaan sang istri.

Hafsah sangat rajin di mata Atlas, terbukti. Istrinya bangun lebih pagi dan saat ini, tepat pukul enam, semua kegiatan rumah sudah beres.

Benar kata Ummar, Hafsah adalah tipe perempuan yang rajin. Saat pulang dari mushala tadi, Ummar mengajak bicara Atlas, Ayah mertuanya itu juga ingin mengenal dirinya lebih dekat lagi, agar tidak canggung.

“Awalnya Ayah ragu mau terima kamu. Tapi demi Hafsah,” ucap Ummar sambil tetap berjalan ke arah rumahnya.

“Ayah terpaksa terima saya?” tanya Atlas tanpa basa-basi. Ummar tersenyum.

“Awalnya terpaksa, tapi saat ini, keterpaksaan itu hilang.”

“Kenapa?”

“Iya… menantu Ayah ini cowok baik-baik.”

Atlas merunduk dan sedikit menerbitkan senyum. Ummar menghela napas pelan sebelum melanjutkan ucapannya.

“Hafsah itu tipe anak yang mandiri, dia sangat rajin, dia harta Ayah.” Atlas mengangkat wajah dan sesekali melirik Ayah mertuanya.

“Awalnya berat untuk melepas dia menikah, terlebih usianya baru sembilan belas tahun. Namun ternyata jodohnya sudah datang, ya sudah.”
Ummar menatap Atlas sejenak.

“Jangan kaku-kaku ya, Ayah gak bakal ikut campur urusan kamu sama Hafsah kok. Ayah yakin kalau kamu mampu membimbing Hafsah dengan baik.”

“Abang?” panggil Hafsah lembut. Atlas tersadar dari lamunannya.

“Iya?”

“Ini baju sama celananya.” Hafsah menyerahkannya pada Atlas. Atlas menerima itu.

“Terima kasih Dik.”

“Sama-sama, aku keluar dulu ya. Nanti Abang ke ruang makan, sarapan sudah siap.”

“Tunggu dulu.” Atlas beranjak dari duduknya, membuat Hafsah mendongak. Atlas diam sejenak, mengatur napasnya sebelum bertindak.

Atlas [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang