Bab. 26

46.2K 5.5K 576
                                    

Pre Order akhir Juni 2021
Untuk info lebih detail, bisa pantau IG aku (nadianisa13) dan IG Penerbit (loveable.redaksi)







“Ya Allah…” Randi mengusap air matanya yang sedari tadi menetes karena mengetahui bahwa pasangan paling dekat dengannya yaitu Peta, telah berhasil menabur benih dalam tubuh istrinya.

Dalam artian, dia akan lebih kehilangan waktu bersama Petanya karena pasti kesibukan dalam berumah tangga akan bertambah.
Alif menatap jijik ke arah Randi, dia jadi berpikir.

Kenapa mau bersahabat dengan orang seperti Randi yang jelas-jelas, spesies seperti Randi adalah tipe yang  paling di hindari Alif.

“Kenapa nangis sih elu?!” tanya Alif galak. Randi mengambil kulit kuaci sebelum dia menjawab.

“Sedih, gak nyangka Peta mau jadi Papa muda.”

“Harusnya bahagia dong,” sambung Bagus. Randi mengemut kulit kuaci tersebut sambil merangkai kata yang akan di jadikan jawaban untuk pertanyaan Bagus.

Memang ketiga sahabat Atlas ini di undang untuk makan malam di rumah orangtua Atlas oleh Atha, katanya sekalian syukuran atas kehamilan Hafsah.

“Iya gue bahagia, tapi gue juga sedih.”

“Ini gue serius tanya , lu sedih kenapa? Tolong kasih jawaban yang bermutu!” pinta Alif tegas. Randi mengangguk.

“Gue sedih karena masih jomlo, dan gue mikir. Kak Qilla mau gak ya sama gue, kalau gue lamar besok.”

Oke, kali ini jawaban Randi tidak mengundang orang untuk hipertensi, tapi ekspetasinya untuk melamar Qilla, mengganggu kinerja otak Alif.

“Gak,  elu gak bakal di terima. Gue kasihan sama Kak Qilla kalau dia harus hidup sama elu,” balas Alif. Randi tampak cemberut.

“Menurut elu gimana Boots?” tanya Randi pada Bagus yang sejak tadi tampak diam saat dia menyebut nama Qilla.

“Boots?!” panggil Randi. Bagus langsung mengangkat wajah untuk menatap Randi.

“Kenapa?” tanyanya.  Atlas ikut mentap Bagus, wajahnya terlihat lesu secara tiba-tiba.

“Elu sejutu gak gue sama Kak Qilla?”

“Iya, kalau memang jodoh gue setuju aja,” jawab Bagus dengan diakhiri senyum.

Randi duduk merapat pada Bagus, lalu memeluk sahabatnya itu dari samping. “Elu emang terbaik!”  Bagus berusaha melepas pelukkan Randi, selalu saja satu orang ini membuat jiwa jijiknya juga ikut muncul seperti Alif.

“Ih! Gay!” keempatnya kompak menoleh ke arah pintu kamar Atlas. Ada Hafsah di sana yang tengah berdiri sambil membawa nampan berisi empat gelas minuman dingin.

Bagus langsung mendorong tubuh Randi begitu saja sampai kepala sahabatnya itu terbentur lantai.

“Aduh! Sakit bego!” adu Randi.

“Alhamdulillah… semoga hilang ingatan, aamiin,” sambung Alif. Randi langsung bangkit sambil mengusap kepalanya yang terasa sakit.

“Aku di mana?  Aku siapa?  Kenapa jomlo terus sampai sekarang?"

"Abang jangan main sama Kak Randi lagi!" ucap Hafsah tegas.

Demi apapun, Hafsah juga ikut jijik jika melihat tingkah Randi yang seperti tadi. Dia mengusap perutnya pelan dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya memegang nampan, lalu mengucap.

"Amit-amit." 

" 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Atlas [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang