Bab. 18

50.3K 6.3K 1.5K
                                    

Pre Order akhir Juni 2021
Untuk info lebih detail, bisa pantau IG aku (nadianisa13) dan IG Penerbit (loveable.redaksi)









Huh…” Hafsah langsung membuka kedua bola matanya saat merasakan sensasi menggelitik yang menerpa telinganya.

Dia langsung menoleh ke sisi kiri, wajah Atlas begitu dekat dengn wajahnya. Kini wajah tampan nan datar milik Atlas lah yang menjadi objek pertama penglihatan Hafsah.

Ternyata tadi adalah ulah Atlas yang meniup telinga Hafsah sebagai cara untuk membangunkan sang istri dari tidur.

“Jam berapa?” tanya Hafsah.

“Tiga.”

Hafsah menghela napas pelan, dia terlambat bangun. Harusnya dia dulu yang bangun dari Atlas. Hafsah bangkit dari posisi baringnya, diikuti juga oleh Atlas.

Dia merapikan rambut panjangnya, mengikat secara asal namun masih tetap cantik di mata Atlas.

“Kalau bangunin Adik, jangan ditiup telinganya.”

“Kenapa?” tanya Atlas.

“Geli hehe…” Hafsah meyengir, karena memang benar. Rasanya menggelitik membuat merinding.

Peta!  Tiup telinga gue juga dong, kadang budeg dadakan soalnya. Takut ada berlian yang nyangkut.

“Terus diapaain?”

“Di panggil nama aja, pasti bangun kok.”

“Kalau dicium boleh?”

“Ih! Genit!” Hafsah refleks mencubit lengan Atlas.

“Aw!” pekik Atlas dengn ekspresi datarnya.

“Sakit ya?”

“Enggak.” Dan jawaban Atlas membuat Hafsah tertawa pelan.  Paginya selalu ceria sejak ada Atlas di hidupnya.

“Abang?”

“Iya?”

“Terima kasih, sudah hadir dikehidupan Adik,” ucap Hafsah dengan diakhiri senyum. Atlas mengerjap, hatinya seketika meletup-letup mengeluarkan rasa bahagia mendengar ucapan Hafsah.

Atlas selalu berdoa agar dirinya mampu memberikan kebahagiaan untuk Hafsah, mampu melindungi, dan mampu menjadi imam yang baik untuk sang istri.

“Terima kasih juga karena telah menerima Abang sebagai suamimu.”

Boleh Hafsah memeluk Atlas saat ini juga? Rasanya menyenangkan saat mendengar Atlas berbicara padanya, terlebih saat mengatakan kaliamat panjang seperti tadi.

Sudahlah, Hafsah buru-buru turun dari kasur dan masuk ke dalam kamar mandi untuk me gambil wudhu. Sedangkan Atlas, masih duduk di tengah kasur. Seketika senyumnya terbit, paginya juga bahagia seperti Hafsha.

Kalau salat sunnah dan wajib sebelumnya Hafsah melaksanakan seorang diri, kini sudah ada Atlas yang menjadi imam. Hafsah masih tidak percaya jika saat ini dia telah menjadi bagian dari hidup Atlas.

Rasanya baru kemarin bertemu Atlas, di lamar di tengah jalan,  membaca CV ta’aruf, lalu menangis karena Ayahnya menolak Atlas.

Dan ternyata kini situasi berubah, Atlas nyata menjadi suaminya, menjadi imam dalam hidupnya dan menjadi pemimpin jalannya menuju Surga.

Setelah salat tahajud, Atlas dan Hafsah berzikir serta mengasah hafalan qur’an yang mereka punya.

Atlas memiliki hafalan tiga puluh juz,  sedangkan Hafsah, baru menghafal lima belas juz. Kali ini Atlas membimbing Hafsah untuk setor hafalan.

Atlas [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang