Bab. 22

49.4K 6.1K 796
                                    

Pre Order akhir Juni 2021
Untuk info lebih detail, bisa pantau IG aku (nadianisa13) dan IG Penerbit (loveable.redaksi)












Tiga bulan kemudian…

Atlas menatap buku tabungannya, selama ini dia telah menabung dan hidup dengan sehemat mungkin seperti sebelum menikah, mungkin selama liburan semester kemarin dia tak dibebankan dengan hal-hal masalah biaya kampus.

Tapi kini masa libur berakhir, Atlas harus membagi uang untuk keperluan rumah tangga dan kampus, dia sudah menyerahkan segala urusan keuangan pada Hafsah.

Istrinya itu pintar dalam membagi uang, tapi Atlas heran, kenapa uang tabungannya , eh ralat. Uang tabungan mereka selalu bertambah.

Pintu kamar terbuka, menampilkan Hafsah yang baru saja selesai dari kamar mandi. Atlas menatap Hafsah, berniat untuk menanyakan prihal uang mereka yang bertambah.

“Dik?”

“Iya?” jawab Hafsah sambil mengambil khimar dalam lemari.

“Uang tabungan kita, kenapa tambahnya lebih banyak ya? Adik gak pernah pakai untuk beli gamis atau jajan lainnya?” Tanya Atlas. Hafsah menggeleng.

Atlas terkejut.“Kok?”

Hafsah mendekat ke arah Atlas. 

“Gamisnya sudah banyak, ada juga kok yang belum Adik pakai, perlengkapan rumah tangga juga sudah lengkap. Adik Cuma pakai untuk belanja, uang sisa setiap bulan, selalu Adik tabung lagi,” jawab Hafsah dengan diakhir senyum. Atlas mengerjap, beruntungnya dia memiliki istri yang hemat dalam urusan belanja.

Atlas mengelus puncak kepala Hafsah dengan lembut.  Ada kemajuan setelah tiga bulan menikah, Atlas sudah tidak ragu untuk memeluk atau mencium Hafsah. Atlas selalu mencoba untuk mengekpresikan apa yang dia rasakan terhadap Hafsah.

Tapi tetap saja, dia itu Atlas. Sifat kaku dan pemalunya masih sering muncul.

Setelah tiga bulan menikah, Atlas juga baru tahu jika Hafsah ternyata punya sisi manja dalam dirinya.

Sikap manja Hafsah tekadang membuat Atlas tidak ragu dalam bertindak lebih. Bahkah Hafsah sering mengajari Atlas untuk tidak kaku.

“Ini uang Adik juga, kalau mau beli apa-apa, beli saja. Abang gak ngelarang yang terpenting tidak boros,” ucap Atlas. Hafsah tersenyum.

“Iya, pasti kalau Adik mau sesuatu bakal bilang Abang dulu kok. Untuk saat ini Adik gak lagi ingin apa-apa.”

Atlas tersenyum, detik berikutnya dia menarik pelan tubuh Hafsah dan memeluknya.

Atlas menempelkan dagunya di atas kepala Hafsah, sesekali menciumnya dan menghirup aroma wangi dari rambut panjang Hafsah.

Sedangkan Hafsah, suka sekali menenggelamkan wajahnya di dada bidang Atlas sembari mendengar detak jantung Atlas yang cukup ramai.

Atlas melepas pelukannya lalu menatap Hafsah.

“Ada kelas pagi’kan?” Hafsah mengangguk.

“Cepat siap-siap, berangkat bareng.”

“Tapi kalau ada yang lihat kita berangkat bareng, bisa heboh satu fakultas.” Atlas mengapit kedua pipi Hafsah dengan jari telunjuk dan ibu jarinya. Menyebabkan bibir Hafsah maju beberapa centi.

Atlas tersenyum, wajah Hafsah menjadi semakin lucu di matanya, dan bibir ranum itu, seakan meminta untuk di kecup.

“Tinggal jawab jujur’kan?”

Atlas [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang