Bab. 31

43.7K 5.4K 885
                                    

Pre Order akhir Juni 2021
Untuk info lebih detail, bisa pantau IG aku (nadianisa13) dan IG Penerbit (loveable.redaksi)










Atlas memberikan satu ember air pada Falih, untuk mencuci kaki dan tangan dosen muda itu sebelum masuk ke dalam rumah. Falih mengesampingkan rasa gengsinya atas bantuan dari Atlas.

Lihatlah putra Atha ini, dia tetap mau membantu walaupun pernah di jatuhkan oleh Falih. Atlas tak mengucp satu katapun setelah menolong Falih, dia lebih memilih pergi ke kamar mandi dan menaruh ember tadi.

“Jangan di ulangi lagi!” tegur Atha saat Falih baru saja sampai di ruang tamu.

“Saya minta maaf Pak,” balas Falih.

“Minta maaf sama Atlas, Nak,” sambung Ummar. Falih diam. Tatapannya lurus pada Randi yang tengah mengitung uang pemberiannya, dia baru memberi uang satu juta pada Randi karena tidak membawa uang lagi.

Randi menatap balik Falih. “Apa?! Sana minta maaf sama Peta, malah lihatin gue!”

Tidak lama kemudian Atlas muncul sambil membawa sebuah kotak makan. “Dari Hafsah.” Dia menyodorkan kotak makan tersebut pada Falih. Dosen muda itu mengerjap pelan.

“Untuk makan siang, pasti anda tidak akan nyaman jika di ajak makan siang bersama kami,” lanjut Atlas. Falih menerima kotak makan tersebut walau ragu.

Dia tidak menyangka jika Atlas dan Hafsah akan tetap sebaik ini padanya, padahal telah di sakiti, tapi tetap saja baik tanpa mengungkit masalah.

“Saya bukan tipe orang yang pendendam, kalau sudah ya sudah, tidak akan mengungkit lagi. Tapi kalau anda mengulangi hal yang sama, maka saya tidak akan memberi maaf,” ucap Atlas dengan wajah datarnya.

“Maaf,” balas Falih.

“Hmm…” setelah itu Atlas kembali ke dalam. Falih menghela napas pelan sambil menatap kotak makan yang dia pegang, setelah itu dia pamit untuk pulang dan meminta maaf pada Atha serta Ummar.

Falih sadar jika rasa cemburu dan iri yang tertanam untuk Atlas, tidak ada gunanya sama sekali, tidak menguntungkan malah membuat rugi karena dia kehilangan kepercayaan dan rasa hormat dari keluarga Hafsah.

Setinggi apapun kita mengenyam pendidikan, tapi jika tidak mempunya akhlak, ya percuma saja. Percuma berilmu tapi tidak berakhlak.

“Kamu kok malah dapat uang banyak?” tanya Ummar pada Randi. Randi tersenyum sambil mengibaskan sepuluh lembar uang seratus ribu itu di wajah, sebagai kipas tangan.

“Ini namanya bisnis Biksu, sebagai calon suami dari Kak Qilla, saya harus pintar mencari uang, karena calon istri saya itu seorang CEO,” balas Randi.

“Hilih! Mimpi lu nikah sama Kak Qilla!” balas Alif sirik.

“Asma dan Rafi tidak sudi punya menantu dengan kadar kepintaran di bawah rata-rata seperti kamu Dor!” sambung Atha. Randi mengelus dada, tidak ada yang mendukungnya di sini.

“Prabu Atha sama Alif, bukannya mendoakan malah menghujat. Mulutnya gak punya akhlak!”

“Dari pada lu, halu mulu. Kak Qilla tuh lebih pantas dengan cowok yang berwibawa kaya Boots,” balas Alif . Merasa namanya di sebut, Bagus melirik Randi.

“Boots suka sama Kak Qilla?” tanya Randi.

“Enggak,” jawab Bagus singkat sembari mengambil minuman miliknya.

“Boots sedang mengejar sebuah mimpi yang sempat tertunda,” sambung Atha dan membuat Bagus menatap Papa Atlas itu.

“Ada doa yang tengah dia ucap di setiap sujud untuk seseorang yang kini jauh dari pandangan.”  Bagus merunduk, rasanya tidak ingin mengingat hal menyakitkan itu.

Atlas [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang