14. Reaksi Rasa

1.3K 142 33
                                    

"Udah sampai nih, Ti," ucap Iqbal seraya menengok ke belakang – lebih tepatnya ke arah Tiara.

Tiara hanya mengangguk kecil. Ia pun bergegas membuka pintu mobil.

"Makasih. Makasih juga Pak Dev," ucap Tiara pada Iqbal dan manajernya.

Iqbal mengangguk sambil tersenyum lebar. Sementara itu, Tiara langsung membalikkan badannya dan berjalan menuju gerbang. Iqbal yang melihat hal itu langsung keluar dari mobil untuk mencegat langkah Tiara. 

"Ada apa lagi sih, Bal?" tanya Tiara.

"Lo kok jadi dingin ke gue gini sih, Ti? Padahal, kalau di telpon, lo manis banget ke gue. Kenapa? Mau jual mahal? Biar bisa gue perjuangin terus?" goda Iqbal.

"Baal!!!" panggil Tiara cukup keras. Ia terlihat frustasi menanggapi kenarsisan manusia bernama Iqbal Maldini tersebut.

"Kenapa?" tanya Iqbal. 

"Gue mau istirahat sekarang. Makasih udah mau nganter. Sekarang, lo bisa balik. Gue tahu lo juga capek," kali ini Tiara melembutkan nada bicaranya. Siapa tahu, Iqbal bisa melunak dan berhenti mengganggunya.

"Gue masih mau ngobrol banyak sama lo. Udah lama kita nggak ketemu secara langsung."

Tiara menghela napas panjang. Seperti biasa, Iqbal selalu sulit ditaklukkan jika mempunyai keinginan kuat seperti itu.

"By the way, tadi gue dah nyanyiin lagu request-an lo. Masa' lo nggak mau ngasih apresiasi sih, Ti? Argh... Gue jadi keinget waktu lo masih di Jember. Sebelum anniversary fanbase, lo ikut ngirim video ucapan selamat dan request lagu ke gue. Gue jadi kangen masa-masa itu. Saat itu...lo yang ngejar-ngejar gue," celoteh Iqbal panjang lebar.

"Baal! Cukup, deh. Lagian, waktu itu gue masih fans lo," sahut Tiara.

"Emangnya sekarang udah bukan? Oh, gue lupa. Sekarang kan...lo adalah orang spesial," timpal Iqbal.

Tiara tertawa kecil seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia hanya tidak menyangka harus menghadapi sisi Iqbal yang seperti ini. Jika ia terus meladeni anak itu, maka semuanya tidak akan selesai-selesai. Jadi, Tiara memutuskan untuk segera masuk ke dalam gerbang dan meninggalkan Iqbal di tempat itu.

"Gue udah biasa sama suasana hati lo yang berubah-ubah, Ti. Tapi, yang pasti, gue nggak akan ngebiarin lo ngejalanin semuanya sendirian," tegas Iqbal dengan nada serius.

Tiara yang saat itu sedang membuka kunci gerbang sempat terdiam selama beberapa saat. Namun, ia memutuskan untuk tidak menanggapi ucapan Iqbal dan langsung masuk ke dalam.

***

Nuca melepas helmnya. Lalu, ia mengambil kunci motornya yang masih terpasang di motor. Nuca tersenyum saat melihat gantungan kunci motornya sendiri. Tadi malam, ia memutuskan untuk memasang bandul gantungan kunci dari Tiara. Sayang saja jika benda tersebut hanya ia letakkan di rak meja belajarnya.

Tak mau berlama-lama di tempat parkir, Nuca pun bergegas berjalan menuju kelasnya. Langkahnya terhenti saat melangkah melewati gerbang sekolah. Di luar gerbang, ia melihat Tiara diantar oleh seorang laki-laki menggunakan motor. Sayangnya, wajah orang itu tidak terlihat jelas karena ia mengenakan masker. Namun, Nuca merasa tidak asing dengan hoodie navy yang dikenakan sosok tersebut.

Ah, Nuca baru saja melihatnya tadi malam. Sepertinya sosok yang mengantarkan Tiara adalah Iqbal.

Laki-laki itu terus memperhatikan interaksi Iqbal dan Tiara dari kejauhan. Saat itu, Tiara turun dari motor dan melepas helmnya. Lalu, gadis itu memberikannya pada Iqbal yang sepertinya sedang menyamar agar tidak ketahuan. Setelah itu, Iqbal melambaikan tangannya ke arah Tiara dan dibalas dengan senyuman kecil gadis itu.

Tanya HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang