21. (Bukan) Garis Terdepan

1K 132 41
                                    

"Kita dah selesai makan. Gue pamit pulang, ya," ucap Tiara. Ia mengabaikan fakta bahwa sepertinya obrolan antara Iqbal dan Lyodra belum selesai. Lagipula, apa gunanya ia bertahan di tempat tersebut jika harus berada pada situasi tidak nyaman seperti ini?

"Loh...buru-buru?" tanya Lyodra.

Tiara memejamkan matanya seraya menghela napas panjang.

"Tadi gue ke sini karena diajak makan. Berhubung makanannya udah habis, jadi lebih baik gue pulang aja," jawabnya. Ia berusaha mengontrol nada bicaranya agar tidak terkesan ketus meskipun suasana hatinya sedang tidak baik.

"Mm... Ya udah deh kalau gitu," sahut Lyodra seraya melirik ke arah Iqbal yang hanya diam saja. Sepertinya, laki-laki itu tidak berniat untuk mengantar Tiara pulang.

"Lo nggak nganterin Tiara, Bal?" tanya gadis itu beberapa saat kemudian.

"Gue bisa pulang sendiri, kok," sahut Tiara sebelum Iqbal sempat menjawab pertanyaan dari Lyodra.

Gadis itu bangkit dari duduknya seraya mengenakan tas ranselnya.

"Gue pamit dulu. Makasih semuanya..." ucapnya seraya berlalu meninggalkan tempat tersebut.

Saat itu, Iqbal masih tidak bereaksi. Dari tadi, laki-laki itu terus menundukkan kepalanya. Bahkan, ia cenderung bersikap cuek pada Tiara selama gadis itu berada di tempat tersebut. Bukan apa-apa, Iqbal sudah merasa badmood duluan begitu Lyodra datang dan melakukan semua ini.

Sepuluh menit setelah kepergian Tiara, kini giliran Nuca yang mengemasi barang-barangnya dan bersiap untuk pergi dari tempat tersebut.

"Nuc, lo mau balik juga?" tanya Lyodra.

"Iya, Ly. Kebetulan, motor gue mau dipinjem kakak," jawab Nuca jujur.

Lyodra mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Ya udah, hati-hati."

Iqbal yang dari tadi hanya diam saja kini mulai sedikit bereaksi. Ia mengalihkan perhatiannya pada Nuca yang saat itu sudah beranjak dari kursinya dan bersiap untuk pulang.

"Gue mau ngomong sama lo," ujar Iqbal pada Nuca.

Nuca terkesiap. Entah mengapa, ia mempunyai firasat tidak enak akan hal ini. Apalagi, saat itu, Iqbal melihatnya dengan tatapan tajam.

"Silakan," kata Nuca. Ia berusaha untuk tetap terlihat tenang.

Iqbal bangkit dari duduknya. Laki-laki itu terus menatap tajam ke arah Nuca.

"Kita ngobrol di luar aja," ujarnya seraya berjalan meninggalkan tempat tersebut.

Nuca mengikuti langkah Iqbal yang membawanya ke luar restoran. Kini, dua laki-laki itu sudah berada di dekat area parkiran. Jika dilihat dari mimik wajah Iqbal, sepertinya pembicaraan mereka akan mengarah pada hal serius. Nuca sendiri yakin 100 persen jika hal itu ada kaitannya dengan Tiara.

"Lo tahu rahasia Tiara?" tanya Iqbal to the point.

Nuca mengernyitkan dahinya. Akhir-akhir ini, ia memang mengetahui beberapa fakta lain dari Tiara. Namun, ia tidak tahu pasti apa yang dimaksud Iqbal mengenai hal itu. Bisa saja ada hal lain lagi yang memang belum ia ketahui.

"Rahasia apa?" Nuca balik bertanya.

Iqbal menghela napasnya seraya memegangi dahinya. Sepertinya, pertanyaan itu akan menjadi boomerang. Takutnya, Nuca memang belum tahu apa-apa mengenai fakta yang selama ini disembunyikan oleh Tiara.

Iqbal berdeham kecil sebelum kembali berbicara. Ia memutuskan untuk menanyakan hal lain dan lebih berhati-hati.

"Tadi kenapa lo tiba-tiba ngalihin pembicaraan waktu Lyodra nanya soal keluarganya Tiara?"

Tanya HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang