30. Antara Tiara dan Lyodra

520 52 7
                                    

"Tiara, ada yang nyari kamu di depan," beri tahu Bu Ila, ibu kos Tiara. Tiara yang saat itu baru saja keluar dari kamarnya untuk membuang sampah langsung mengernyitkan dahinya.

Siapa yang datang malam-malam begini?

"Siapa, Bu?" tanya Tiara.

"Ibu nggak sempet tanya namanya, tapi...wajahnya mirip sama artis...mm.... Aduh, Ibu lupa namanya," jawab Bu Ila sambal mencoba mengingat-ingat nama artis tersebut.

Setelah mendengar kata 'artis', tentu saja Tiara langsung ngeh. Kini, gadis itu benar-benar kalap karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia benar-benar malas menemui Iqbal. Namun, beberapa hari terakhir, ia sudah menghindarinya. Sepertinya, ia harus menyelesaikan urusannya dengan Iqbal sesegera mungkin.

"Ya udah, Bu. Kalau begitu saya ke depan dulu," ucap Tiara pada akhirnya.

Bu Ila mengangguk. Sementara itu, Tiara bergegas berjalan ke luar dari rumah menuju area di luar gerbang. Benar saja, ia langsung mendapati keberadaan Iqbal. Kali ini, laki-laki itu datang sendiri, tidak bersama manajernya.

"Mau apa?" tanya Tiara to the point.

"Akhirnya lo nggak ngehindarin gue, Ti. Gue bener-bener minta maaf karena baru bisa nemuin lo sekarang," jawab Iqbal seraya menunjukkan senyum lebarnya.

Tiara tertawa kecil. Sungguh ge-er sekali manusia satu ini.

"Kenapa harus minta maaf? Gue nggak papa, kok," ujarnya enteng.

Kali ini Iqbal yang tertawa kecil.

"Lo pikir gue nggak tahu? Selama ditinggal gue, bukannya lo ngerasa kesepian? Lo pasti butuh gue, satu-satunya orang yang selalu ngertiin lo dari dulu sampai sekarang," kata Iqbal panjang lebar. Ia tahu, reaksi Tiara pasti akan langsung menyanggah pernyataan tersebut. Namun, laki-laki itu hanya ingin melihat respon dari gadis tersebut.

"Gue baik-baik aja. Bahkan...gue merasa lebih tenang," tegas Tiara.

Iqbal maju satu langkah mendekati Tiara seraya melipat tangannya. Ia terlihat seolah-olah sedang menantang Tiara. Sejujurnya, Tiara merasa sedikit takut dengan sikap Iqbal tersebut. Namun, ia tetap berusaha menunjukkan ekspresi tenang.

"Oh, ya? Apa jangan-jangan...lo udah nemuin orang lain buat gantiin posisi gue?" tanya Iqbal.

Tiara menghela napas panjang. Ia tahu, ujung-ujungnya Iqbal pasti akan menyinggung hal tersebut.

"Mau lo apa sih, Bal? kenapa lo selalu bersikap seolah-olah gue ini milik lo? Selama ini kita cuma temenan, Bal!" tegas Tiara. Kali ini, ia sedikit berteriak agar kalimat tersebut benar-benar terserap dalam pikiran Iqbal.

"Gue juga nggak tahu, Ti! Gue suka sama lo! Gue nggak mau kehilangan lo! Selain itu...gue nggak rela kalau hati lo jadi milik orang lain!" sahut Iqbal tak kalah emosional. Ia benar-benar mengungkapkan kalimat tersebut dengan penuh perasaan.

Tiara menghela napas panjang seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. Sebenarnya, ia sudah menduga bahwa Iqbal akan mengucapkan hal ini padanya. Jika diibaratkan, Tiara hanya tinggal menunggu waktu saja.

"Terus...lo mau apa? Apa lo bakal terus bersikap kayak gini? Apa lo bakal terus-terusan nunjukin ke dunia kalau gue ini milik lo?" tanya Tiara dengan suara yang lebih pelan. Ia sudah mulai bisa mengendalikan amarahnya.

"Gue cuma pengen mastiin kalau perasaan lo nggak pernah berubah, Ti. Karena kalau sampai itu terjadi...gue pasti bakal ngerasa sakit hati," jelas Iqbal. Kali ini, ia juga sudah mulai bisa mengendalikan emosinya.

"Selama ini lo selalu bilang kalau gue kasihan sama lo. Tapi tanpa lo sadari...lo itu salah satu penyemangat dalam hidup gue. Waktu pertama kali baca soal kisah lo dan kita mulai chattingan, gue bener-bener kagum sama lo. Di sela-sela hidup gue yang membosankan karena harus jadi artis sejak kecil dan dituntut banyak hal, kehadiran lo itu merupakan sebuah kebahagiaan buat gue," lanjutnya. Kali ini, mata Iqbal mulai berkaca-kaca.

Tanya HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang