#6

136 14 0
                                    

           Tetap Sebelum 2

Aku diam menunduk, diantara gerimis yang berjaga.
Kurasa, kita adalah rasa segitiga, aku mencintaimu, dan kamu, kamu mencintai dirimu sendiri.
Aku tetap melamun, mengisi waktu senggang dengan irama air mata.
Degupku masih menyuarakan butir butir kecewa, seolah olah akulah yang paling sengsara.
Lalu, kau boleh pergi, rasaku biar bersemayam, menangis mengisi sepi.

Hati bukanlah peliharaan yang mudah jinak, sayang.
Nyaman yang kau beri tak bertahan hanya sejenak.
Maka, biarkan aku membiarkan air mata menetes memanggilmu, biarkan namamu sebagai samudra, tempat dimana aku tetap ingin tenggelam.

Waktu biar berjalan, waktu biar memadamkan gelora cemburu.
Aku tersayat kenyataan, yang kuharap, lebur berantakan.
Tangis menguap lebih cepat, bersatu dengan udara yang kuhirup, peparuku menjadi ramai, rindu masih memburu.
Dan jalanku masih panjang, namun bukan lagi mengejarmu, biar langkahku menjadi bius pelupa akan tampangmu.

Paras yang pernah menemaniku saat rapuh, sosok yang pernah mengisi rongga mulutku selepas ibadah.
Kau kemana?
Sekarang, kau menjadi sebilah pisau, menggenggammu kembali adalah upaya menyakiti diri sendiri.
Sekarang, biar aku bergaul bersama kabut yang pekat, bercerita tentang rasaku yang jatuh cinta sendiri.

Bersisa hening dalam hati yang kepayahan.
Kini bayangmu benar benar tinggal dalam khayalan.
Janganlah kemari, jangan kau paksa hatiku terbuka kembali dengan lembutnya ketukan nyaman.
Jangan kemari, biar ku tetap terkurung dalam kekesalan.

Tersisa aku sendiri, aku bersyair dalam syiar patah hati.
Maka berjalanlah, sesuai yang kau inginkan, berbahagialah, bersama ia yang selalu kau sanjung.
Biar aku sendiri, mencatat parasmu sebagai asmara yang gagal dibangun.
Dan seperti inilah akhirnya, seperti yang kuduga, aku berujung pada kesendirian, dan kau yang ku damba, berbahagia bersama sosok yang kau inginkan.

Aku sendiri, batal berdua bersamamu.
Atau aku sudah berdua, memeluk khayalan akan bayang wajahmu.
Remajaku berkilau ironi.
Pahit, payah, sendiri, sial, dan terlalu sering menjajal tragedi.

Iniipy

Elegi Roman RemajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang