#7

125 13 1
                                    

          Dialog Dengan Sunyi

Mungkin, bulir hujan adalah kawan, ia menyamarkan tangisanmu saat penyesalan tiba di perjalanan.
Mungkin benar, jika cermin adalah sahabat, ia menangis kala kau menangis, ia tak pernah menertawakan tangismu.
Dan bisa jadi, sunyi bukanlah tragedi, sunyi adalah satu satunya jalan kembali saat cinta menemui jalan buntu.
Juga tak perlu curiga dengan dingin, sejuk embun pagi juga kerap kali membuaimu.

Begitulah, dialog dengan sunyi dimulai.
Saat cintaku sudah mengundang malapetaka, saat merindukanmu terlalu mengusik damai, menimbulkan riuh badai.
Mendekap bayang bayang, menciumi cermin, aku lebih memilih kembali pulang karena hatimu terlalu jauh dari jangkauan.
Aku lebih memilih pulang, bukan artinya aku sudah tak mencintaimu, tapi, kamu adalah masadepan yang buntu bagiku.

Aku berbincang dengan sajak, topiknya masih sama, kamu, yang waktupun tak bisa menjamah kecantikanmu.
Aku cuma mengarang sebait dua bait puisi, mencintai lewat kata kata, mengubur rasa dalam liang pengharapan yang sulit menjadi nyata.
Awalnya, aku tak pernah merencanakan nyaman, namun tingkahmu yang sehangat senja, memperangkapku dalam cinta yang jatuh tidak sengaja.

Aku bercengkrama bersama sunyi.
Berbagi kopi beserta pahitnya, dan berbagi sedih lengkap dengan air mata.
Sudah lama jasad tak dipeluk, terlalu lama jiwa berpeluh, rindu semakin memburu, cintaku padamu telah membahayakan nyawa.
Sederhananya, kaulah separuh nyawaku, jadi, penolakanmu membuatku hidup dengan setengah nyawa dalam badan yang utuh.
Entahlah, aku pulang, seusai harap harap semu memilikimu runtuh.

Aku ngobrol dengan sepi, terakhir kali sebelum masing masing dari kami pulang dan tidur.
Tidak terjadi apa apa, tidak ada perubahan pembahasan, tetap, objek yang kami bicarakan tetaplah kamu.
Karena mencintamu adalah skripsi, aku perlu berulangkali konsultasi untuk dapat menyelesaikannya.
Bukan untuk membunuh rasa, tapi menyelesaikan harapan padamu, yang hanya membuat sadarku pusing tujuh kepalang.

Sekarang aku sendiri, bersemedi dalam doa yang tertahan dosa.
Aku terlampau mencintaimu, hingga Tuhan pun cemburu.
Maka maafkanlah, benar, kita adalah kemustahilan dalam bersatu.
Sekarang aku sendiri, disini, di dalam neraka yang aku kira taman asmara.

Iniipy

Elegi Roman RemajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang