Aksara Sudra
Aku, cumalah kaum rendahan.
Aku golongan rakyat biasa saja, tak punya tahta, harta, apalagi perempuan.
Aku adalah anak yang gemar bermain, bermain semua hal sederhana terkecuali cinta.
Mungkinlah aku putra bungsu sang samudra, luas basah, basah hatinya, basah lukanya, basah pula wajahnya.Aku masyarakat prasejahtera.
Buktinya, aku masih mengemis meminta kasihmu, aku masih memulung semua sisa tawamu.
Aku masih mengais sapaan dan balasanmu, aku masih punya surat keterangan tidak mampu, tidak mampu memilikimu.
Aku masih punya cicilan, hati kadang datang menagih ceria, dan aku membayar sebisanya.Mukaku masih kusut, pakaianku lusuh, jiwaku juga masih tidak rapi.
Sedari kecil, aku terbiasa bersabar, hingga kini beranjak dewasa, menetap tabah meski dalam patah hati.
Dari awal aku tak mengenal kecantikan sastra, puisiku hanya curahan kata hati, kalimat yang tersisa setelah air mata.
Sajakku hanya ajang berbagi, meski sajaku adalah sajak sumbang, setidaknya untaian kalimatku menenangkanku untuk sementara.Aku masyarakat sudra.
Tampang pas pasan, pun karyaku alakadarnya.
Maka pantaslah begini, kalut berkemelut, bergelut dengan asmara yang salah menyangkut.
Aku selalu saja salah memilih harapan.
Ah bukan.
Aku selalu salah melangkah tepatnya.
Hanyalah sudra tak tau diri, tak bercermin, mencinta hanya bermodal kata cinta.Daku hanyalah jelata pemain kata, lewat pena kutulis cintaku yang utuh, namun rapuh.
Iniipy
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Roman Remaja
PoetryKarena asmara kaum remaja tak pernah berakhir pada satu warna.