Waktu Subuh
Pagi hari yang gerimis, dan aku mau menulis.
Sajakku sajak lingkaran, penaku tak akan pernah habis.
Mentari tak nampak, saat aku tercampakkan.
Cerah adalah harapan, karena mendung sedang ugal ugalan.Aku hanya sedang terbakar rindu diatas tungku kesepian.
Hasrat yang berkobar, membakar senyap menjadi bunyi bunyian.
Nada nada perih, melodi ritmis pengantar luka, lalu kicauan burung yang meneriaki aku gila.
Subuh yang baik, mendekap tangis dengan gerimis, menyamarkan luka yang selama ini aku tutup tutupi dengan segala pura pura.Kau adalah jantungku.
Bilamana kau tertikam, kau berdarah, aku mati.
Cintamu adalah separuh nafasku.
Peparuku sesak, kala kau tak jatuh cinta padaku saat ini.Aku turut berduka, atas meninggalnya akal sehatku karenamu.
Segala nalar coba kujabarkan sebagai media perhitungan peluang bagaimana kau dapat mencintaiku.
Bukan maksudku tak menerima takdir.
Aku hanya tak merasa komplit saat kau tak hadir.Gerimis menjadi hujan, dan tetes air menjelma jarum jarum raksasa yang menusukku dengan ingatan yang tak pernah ludas dan binasa.
Kembali merindukanmu, tepatnya, kamu yang dahulu, rasa yang puas kini menjadi rasa yang puasa.
Hatiku menjadi pertapa, memerangi segala hasrat yang ada.
Dan hatiku adalah pengembara, yang berjalan entah kemana, berpindah untuk mencari cinta baru.Setiap jengkal langkah adalah dilema.
Ragu, dan pasrah.
Jiwaku adalah jiwa yang putus asa.
Kelelahan, dan hanya lemas terbaring, menunggu jabatan tangan yang sudi menerima.Lisanku berdzikir, kepalaku tak bisa berpikir.
Waktu terus berlalu menginjak saat dhuha.
Sudahlah, pagi ini aku hanya ragu, selebihnya rindu permainan katamu.Iniipy
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Roman Remaja
PoetryKarena asmara kaum remaja tak pernah berakhir pada satu warna.