Anomali Asmara
Aku menulis ini, kala aku tiba tiba mengingatmu.
Malam yang semakin lingsir, dan hening yang kadang terselip suara bising kendaraan yang sibuk berlalu lalang.
Aku rindu, padahal aku sudah memutuskan pergi dan enggan pulang.
Ternyata perkataanku dahulu benar adanya, kamu adalah canduku.Kini, semakin sering aku menulis puisi maka semakin fahamlah diriku.
Bahwa sekarang kamulah puasa dan puisiku.
Ini semacam hal tak biasa, hatiku yang merdeka kembali terjajah dilema.
Ruang kian mengerucut, mengurungku dalam muram yang hampa.Maka disinilah aku, bernyanyi dan bertapa.
Menata hati dan menata jiwa dalam sunyi yang membungkus nestapa.
Hilanglah!
Wahai rindu masalalu yang berontak dan gila.Tak wajar.
Rindu yang kukira telah karam kini menjadi gelombang pasang yang membanjiri kalbu yang gagap tidak siap.
Kurang ajar.
Wajahmu yang lama ku kubur dalam liang pelupaan, ternyata mati suri, kini ia kembali tumbuh dan kembali hinggap.Malam ini aku menari.
Menari dalam ruang masalalu, menelusuri jejak yang pernah kulalui dalam kronik kebahagiaan.
Pun malam ini aku menangis.
Mengais puing puing penyesalan yang hanya runtuh namun kepingannya masih rapi dan tersimpan.Ku kira, apabila waktu melesat menuju esok maka akalku tak akan kembali ke kemarin.
Ini salah, ini menyimpang.
Harusnya aku telah merdeka, namun kini aku dilanda derita.
Namamu kadung terukir dalam dalam, namamu terpampang dalam prasasti yang abadi.
Ingatan.Lalu, melupakanmu seutuhnya masih berupa angan.
Mengikhlaskanmu masih tersebut sebagai akan.
Dan ini tidak benar.Iniipy
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Roman Remaja
PoetryKarena asmara kaum remaja tak pernah berakhir pada satu warna.