Tamat
Hari ini pada deras hujan September, aku mencatat luka yang ke sekian dari satu nama yang kusimpan.
Malam ini begitu deras hujan di luar, kau akan basah kuyup bila keluar.
Sebagaimana aku, yang kuyup karena terguyur airmata dari hasil sebuah mendungya asmara.
Kamarku banjir sekali lagi, aku tenggelam lagi pada irama musik favoritku dan segudang syairku yang belum bernama.Patah hatiku masih patah yang istimewa, tak seperti biasanya, kali ini patahku karenamu akan membekas selamanya.
Dan pagi ini, pukul setengah lima pagi, arunika seumpama kereta kencana yang menghantarkanku menuju istana dalam nirwana fatamorgana.
Mempersilahkanku singgah dalam singgasana asmara, kebahagiaan tiada duanya, memilikimu seutuhnya.
Hingga, terang mentari menyambut kaca jendela dan suara panggilan tuhan mengetuk gendang telinga.
Aku terbangun dari khayal, menghirup hembus derita, melayangkan duka pada kopi yang gulita.Dan sebenarnya...
Tawamu yang sirna adalah sebenih luka yang kian tumbuh menjadi duri, menusuk, melukai, bertumbuh dan berbuah air mata.
Dan kedipan terakhirmu untukku adalah tanda, atau bahkan sebut saja namanya sangkakala.
Tepat setelah kau pergi, aku telah binasa.Hanya saja, Tuhan kembali mengijinkanku mengukir takdir yang belum selesai.
Soal asmaraku mungkin boleh usai, tapi tidak dengan hidup.
Tepat setelah bait bait terakhirku kutulis, aku membaiat aku menjadi aku yang lebih aku.Karena, tepat setelah ini, langkahku bukan lagi karenamu, atau tangisku bukan karena pergimu.
Aku akan keluar dari jeruji patah hati, sekali lagi aku ingin melarikan diri.
Tertawa, tersenyum manis, menyambut dunia yang ceria tanpa sebuah pura pura.
Ya, meski puisiku kuhabiskan dan kuselesaikan tapi tidak untuk kagum dan peduliku, seluruhku untukmu selamanya.
Dan... Sudah ya, aku pamit menuju dunia yang lebih bahagia.
Kelak bilamana kau merasakan duka yang begitu duka, kau boleh mengunjungiku biar kubagi bahagiaku yang mandiri.
Aku pensiun berpuisi, biarlah cinta menikmati masa senja, diam dan merenungi.Bagi yang telah meluangkan waktunya untuk membaca kumpulan puisi ini, saya ucapkan terimakasih.
Iniipy
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Roman Remaja
PoetryKarena asmara kaum remaja tak pernah berakhir pada satu warna.