Satu Paket Surat
Kuterima lusinan surat malam ini.
Isyarat isyarat dari tuhan, dan pesan pesan tersirat darimu, serta surat para pembenci.
Aku membaca paket surat yang barusaja tiba.
Menemani aku yang begadang saat malamku sudah hampa.Aku membaca lantang, seolah berdongeng pada penunggu jalan pinggir rumah.
Tertawa, menertawai luka yang dulu ku sesal sesalkan.
Malu dan menggemaskan.Hingga hening memuncak, kala sang bulan tertelan kabut sebagian.
Aku menghilang, tenggelam dalam sunyi yang menggila.
Mataku terpejam, surat surat berserakan, dan tak kutemui sepucukpun surat cinta.
Yang kutemui, lembaran kisah masa silam yang seolah menarikku dalam liang kenangan.Aku semakin payah, tepat pukul dua pagi.
Matapun memerah, tawa yang pura pura terhapus luka yang kian nyata.
Aku berdiri, mendirikan sujud yang antara rela tak rela, kemudian pergi meracik kopi.
Sakit perlu diobati, dan hati hanya meminta kamu atau secangkir kopi.Dalam semburat sinar yang mengintip malu malu, aku merapikan segala surat yang sebenarnya datang dari masalalu.
Membakarnya kala suara ayam mulai turun deras membasahi telinga yang sedang bingung.
Suara hati kian keras dan kokokan ayam semakin bersautan.Subuh mulai turun saat kuringkukkan badan dalam selimut yang bahkan tidak hangat.
Kemudian kurangkul perih sebagai kawan, langit yang semakin menangis, menyanyikan suara suara sumbang pelengkap duka.
Pagi yang sempurna untuk meratapi luka.Semua pesan ternyata pernah kubaca, Tuhan.
Dan benar, aku hanya saja tidak peka.Iniipy
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Roman Remaja
PoetryKarena asmara kaum remaja tak pernah berakhir pada satu warna.