15. Pantang Menyerah

49 10 0
                                    

"Jika kamu menyerah, maka kali ini biarkan saya yang berjuang."

--

Author POV

Seminggu ini, Akmal selalu mengintili ke mana pun Nata pergi. Tidak setiap waktu memang, misalkan seperti pagi ini. Akmal sudah siap sedia berdiri dengan menyadarkan badannya di pintu pagar. Sudah siap dengan pakaian olahraganya.

Ya, sudah seminggu ini mereka selalu pergi bersama. Lari keliling kompleks, mungkin menjadi momen yang sangat dirindukan Akmal selepas perpisahan itu.

"Pagi," senyuman yang seperti biasanya menghiasi wajah tampan lelaki itu. Nata hanya mendengus melewati lelaki yang masih senantiasa berdiri di depan rumahnya. "Eh, tunggu dong, Nat." Akmal mengejar Nata yang tengah berlari santai.

"Ngapain lagi si? Gak bosan seminggu ini ngintilin terus?" Tanya Nata tanpa menoleh. Masih terus berlari seraya menikmati udara pagi yang masih bersih masuk ke dalam paru-parunya.

"Gak bakal, selama itu bisa buat kamu balik lagi,"

Nata menggelengkan kepalanya, "Mal, kita sudah bahas ini minggu lalu," Nata berusaha mengingatkan.

Di mana saat itu Nata ingin mempertegas semuanya, agar dirinya tidak terlalu berharap dengan akhir yang ia tahu seperti apa.

"Kamu gak bosan ngintilin terus?" Tanya Nata waktu itu selepas mereka lari pagi. "Gak, Nat. Berulang kali kamu nanya seperti itu, jawaban saya masih sama,"

"Buat apa, Mal kamu berusaha sekeras ini? Semua gak akan berubah," Nata berusaha membuka pikiran Akmal. Ia ingin Akmal paham mengenai keadaan mereka saat ini. Semua tidak seperti dulu dan tidak bisa kembali seperti dulu.

"Siapa bilang?" Akmal menatap tajam Nata yang kini tengah melepas sepatunya. Nata mendongak, "kamu seharusnya paham, Mal. Semua yang kamu lakuin gak akan merubah apa-apa,"

Nata berkata seperti itu karena ia tidak ingin kembali masuk ke dalam zona nyaman, yang akan membuat dirinya sulit untuk keluar kembali.

"Jadi, kamu yang bilang gitu?" Nata diam. Tidak ingin berdebat dengan Akmal. Setelah sekian lama, kali ini Nata kembali melihat tatapan itu. Tatapan tidak suka yang ia lihat dalam bola mata Akmal.

"Kamu yang gak paham, Nat."

Nata menyipitkan matanya, "saya kembali, karena saya mau tepatin kata-kata saya waktu itu. Cukup waktu membuat jarak di antara kita. Cukup perpisahan itu membuat rindu ini semakin menggebu, cukup rasa ini yang menyiksa saya, kamu jangan, Nat."

Nata berusaha mendengar apa yang Akmal ucapkan, Akmal kembali mampu berkata panjang lebar seperti dulu.

"Mungkin, sekarang kamu sudah menyerah dengan semuanya. Maka, kali ini biarkan saya yang berjuang, ya? Kasih saya kesempatan untuk perjuangin kamu, dan rasa kita," Nata melihat harapan itu, harapan yang sangat jelas di dalam mata Akmal. Dan, Nata tidak bisa menyangkal itu.

Hanya kesunyian yang menemani mereka setelah itu, dan semenjak itu Akmal semakin gencar untuk kembali dekat dengan dirinya.

"Istirahat dulu, yuk?" Akmal mengelap keringat yang menetes di dahinya, "duduk di sana aja," ucap Nata mendahului langkah Akmal menuju salah satu bangku yang ada di pinggir taman kompleks.

"Saya beliin minum dulu, ya?" Nata menoleh, kemudian mengangguk.

Akmal beranjak, bermasuk pergi ke mini market yang jaraknya tidak jauh dari taman kompleks.

--

"Oke, Kak. Ntar sore aja ya, di tempat biasa." Nata tersenyum, panggilan telepon itu masih tersambung.

[4] Love is Trust [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang