25. Mengalah

31 9 0
                                    

"Mengalah bukan karena saya kalah, hanya saja saya sadar apa sebenarnya yang saya inginkan."

--

Author POV

Pagi ini Wanda nampak berusaha untuk tetap seperti biasa, "tumben udah siap, ngampus pagi?" Tanya Wanda saat melihat Akmal yang sedang duduk di meja makan.

"Gak, mau nganter tuan putri ke kantor," Wanda mendekat ke arah Akmal. "Baiknya adikku," Akmal menepis tangan Wanda yang berusaha menyentuh pipinya.

Wanda menarik kursi di depan Akmal. Mengambil roti dan mengoleskan selai cokelat di atasnya, "lagi berantem sama Bang Alfi, Kak?" Tanya Akmal.

Wanda menaikkan tatapannya, dengan mulut yang masih menguyah roti yang baru saja ia gigit. "Gak, kenapa?"

"Ah, jangan bohong. Gak mungkin mukanya sampai kusut gitu. Jangan terlalu gengsilah, Kak," Akmal melanjutkan sarapannya.

"Saya tunggu di teras, Kak," Akmal meninggalkan Wanda yang masih menyantap sarapannya.

Secara tidak langsung Wanda juga memikirkan apa yang diucapkan Akmal. Ia melirik ponsel yang berada di sebelah piringnya. Tidak ada notifikasi masuk seperti biasanya.

Seharusnya Wanda tidak merasakan ini.

--

"Kak Wanda gimana, Mal?" Nata menelan jus alpukat yang baru saja ia minum. "Ya gitu," balas Akmal.

"Kenapa? Ada yang gak beres?"

Mereka berdua tengah berada di taman yang ada di kampus mereka. Hari ini Nata hanya ada 2 mata kuliah, sedangkan Akmal hanya ada praktikum saja hari ini, dan baru saja selesai.

"Saya rasa sih Kak Wanda cuma ngerasa kecewa sama dirinya sendiri, mungkin ada kejadian kemarin dia sama Bang Alfi yang buat Kak Wanda nyesel," jelas Akmal.

Nata mengangguk, "kira-kira Bang Alfi gimana ya, Mal?" Nata kembali meminum jus alpukatnya.

Akmal menoleh dengan tatapan tajam. Merasa ada yang menatapnya, Nata pun memiringkan kepalanya, "kenapa, Mal?"

Akmal tak menjawab. Nata meletakkan gelas yang senantiasa ia pegang dari tadi. Gelas yang berisikan jus alpukat itu, ia letakkan di sampingnya. "Kenapa, hm?" Nata menangkupkan pipi Akmal. Menatap mata lelaki itu. "Cemburu?" Tanya Nata kembali.

Nata terkekeh, walaupun masih belum mendapat jawaban dari Akmal. Tatapan lelaki itu mengatakan semuanya, Nata mengelus pipi Akmal. "Maaf sayang," ucap Nata.

"Jangan khawatirin lelaki lain," Akmal memberikan peringatan pada Nata. Merasa tidak bisa membantah, Nata hanya tersenyum, "kalau aku khawatirin kamu, gimana?" Goda Nata.

"Itu harus!" Mereka berdua pun tertawa bersama, selalu seperti itu. Di saat Akmal tengah cemburu atau sensitif, maka Nata lah yang mengalah. Karena ia tahu, jika dirinya juga Akmal sama-sama keras dan tidak mau mengalah, maka yang ada masalahnya akan semakin runyam.

--

"Kak, ayolahhh. Bang Alfi ngajakin jalan nih," rayu Akmal. Hari ini Wanda pulang lebih awal. Akibat beberapa hari ini ia terus lembur di kantor, membuat keadaan fisiknya tidak baik. Akhirnya setelah sholat ashar, ia pun izin pulang duluan.

"Mau ke mana sih?" Tanya Wanda kesal, dirinya saat ini tengah rebahan di atas kasur. Karena memang dirinya sedang tidak baik-baik saja. "Jalan-jalan. Nongkrong, kayak biasanya, Kak. Bang Alfi udah nungguin di tempat biasa."

"Kamu pergi aja, Kakak lagi gak enak badan," jelas Wanda lalu kembali menarik selimutnya. Mencoba memejamkan mata untuk istirahat.

"Kenapa? Kakak sakit? Perlu ke Dokter, gak?" Tawar Akmal. "Gak usah, besok juga mendingan,"

[4] Love is Trust [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang