21. Perkara

36 9 0
                                    

"Mungkin saya bodoh karena telah menyakitimu, namun saya tidak ingin lagi terlihat bodoh karena lupa akan hari di mana saya telah jatuh dan cinta sama kamu."

--

Author POV

Banyak orang yang bilang kalau sekalinya rasa percaya itu rusak maka akan sulit untuk mengembalikannya lagi. Ibaratkan bila kaca sudah retak, maka tidak bisa utuh kembali.

Mungkin banyak sudut pandang yang menyamakannya dengan sebuah hubungan, tidak bisa dipungkiri.
Namun, tidak sedikit pula yang menyatakan kalau rasa percaya itu perihal komunikasi.

Terlalu rumit memang apabila sudah berbicang mengenai sebuah hubungan.

Nata terenyuh di saat mendengar curhatan dari sahabatnya itu. Ya, Vivi. Wanita itu tengah bercerita mengenai hubungannya dengan sang Pacar yang kepergok selingkuh lusa kemarin.

Vivi yang sudah berlinang air mata menceritakannya, membuat Nata juga Diah tidak tega melihat itu.

"Saya gak nyangka, di hari jadi kami yang ke satu tahun, saya harus terima kenyataan kalau dia sudah selingkuhin saya." Vivi menghapus air mata yang terus mengalir dari matanya itu.

Nata yang duduk disebelah Vivi pun hanya bisa merangkul bahu sahabatnya itu, sama juga dengan Diah yang duduk di depan Vivi. Mencoba menggenggam tangan Vivi sembari menenangkan wanita itu.

"Gapapa, Vi. Malah bagus kalau ketahuannya lebih cepat, itu artinya cowok itu gak baik buat kamu," Nata mencoba berbicara perlahan dengan Vivi, memberi pengertian.

"Tapi, Nat. Dia itu sudah di kenal sama keluarga saya, Mama sama Papa juga sudah percaya sama dia. Saya harus ngomong apa nanti kalau ditanya," isak tangis Vivi semakin terdengar nyaring.

"Orang tua kamu pasti ngerti, Vi. Gak mungkin mereka ngebiarin kamu disakiti kayak gini." Vivi menangkupkan wajahnya, "dia jahat," lirih Vivi.

"Dia bukan orang baik untuk kamu tangisi seperti ini," ucap Diah lalu memeluk Vivi, diikuti juga oleh Nata.

Nata tahu rasanya dikhianati, gimana rasanya bila rasa percaya itu dirusak. Nata sudah merasakannya, namun ia tidak bisa percaya kalau sahabatnya merasakan apa yang pernah Nata rasakan, yaitu dikhianati.

--

"Di mana, Nat?" Suara Akmal terdengar jelas dari sambungan telepon, Nata yang baru saja bangun tidur menjawab dengan suara yang parau. "Di rumah, Mal," balas Nata.

"Habis bangun tidur, ya?" Nata membalasnya hanya dengan gumaman. Nata terkekeh mendengar tebakan dari Akmal. "Hapal betul,"

Seorang yang berada diujung telepon pun ikut tersenyum membayangkan muka bantal dari kekasihnya itu, "hari ini gak kemana-mana?"

"Kayaknya gak ada deh, kenapa?" Balas Nata.

"Nanya doang," goda Akmal yang dibalas dengusan oleh Nata. "Kirain mau diajakin jalan, huh!"

"Ngode nih?"

"Kalau kamu peka," balas Nata kesal. "Maaf sayang, hari ini saya ada acara. Besok aja gimana? Saya ajak kamu ke suatu tempat,"

"Serius?" Akmal membalasnya dengan gumaman, "iya sayang,"

"Oke, besok ya,"

"Yaudah kamu mandi sana, terus temenin nenek. Anak gadis gak boleh tidur terus," nasihat Akmal. "Siap! Yaudah saya tutup teleponnya, ya?"

"I love you," ucap Akmal. "U know, i love you too," balas Nata lalu menutup sambungan telepon itu.

Nata meletakkan ponselnya di atas Nakas lalu turun ke bawah untuk menghampiri Rifa.

[4] Love is Trust [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang