29. Siapa Dia?

32 9 0
                                    

"Sedekat apa kamu dengannya? Itu cukup mengusik, walau hanya sebatas pertemanan katamu."

--

Author POV

Mungkin ada beberapa hal yang dianggap sepele oleh orang lain; rasa khawatir, dan rasa tidak nyaman. Mungkin bagi mereka yang tidak merasakannya itu hanyalah sebuah rasa biasa, tidak berarti lebih.

Rasa takut kehilangan, itulah yang dirasakan Nata saat ini. Semenjak kemarin dirinya memikirkan itu semua. Hal itu pula membuat dirinya menjadi sedikit berbeda pada Akmal.

Bukan menghindar, sama sekali tidak. Namun, dirinya sungguh tidak nyaman dengan situasi seperti ini.

Nata ingin bertanya langsung pada Akmal, namun lelaki itu benar-benar sibuk. Hingga dirinya harus menahan diri untuk tidak bertanya.

"Nat, kamu kenapa toh? Dari tadi diam aja. Itu juga makanannya cuma diaduk-aduk," tegur Rifa melihat Nata yang nampak murung.

"Ha?" Seakan tersadar dari lamunannya, Nata menatap Rifa. "Gapapa, Nek," balas Nata lalu memakan makanan yang ada di piringnya.

"Kalau ada masalah, kamu cerita sama nenek, Ndok." Rifa menggenggam tangan Nata.

"Terimakasih, Nek. Nata izin duluan ke kamar ya, Nek," Rifa mengangguk, ia paham kalau cucunya itu butuh waktu. Bila sudah tenang, tentu Nata akan menceritakan semuanya.

Nata masuk ke dalam kamar, kemudian berbaring. Meraih ponselnya yang ada di atas nakas, melihat notifikasi yang masuk. Namun, tidak ada notifikasi dari Akmal.

Hal yang justru membuat Nata semakin kalut. Ia membayangkan kejadian dulu, masa lalu dirinya bersama Akmal.

Tidak! Tidak!

Nata berusaha menepis semua perasaan curiga yang ada di dalam hatinya. Dirinya harus yakin kalau Akmal akan menjaga hatinya, menjaga kepercayaannya.

--

Hari ini Akmal kembali lembur, sudah 2 hari semenjak kemarin dirinya juga teman kelompoknya harus lembur. Rapat akhir tahun yang membuat laporan semakin numpuk. Rapat yang akan di adakan akhir minggu ini.

Karena inilah, dirinya merasa sedikit jauh dengan Nata. Hanya beberapa kali dirinya bertukar kabar dengan Nata.

Sesampainya Akmal di rumah, dirinya akan mudah ngantuk hingga akhirnya dirinya ketiduran. Berangkat lebih awal karena harus melanjutkan pekerjaan yang belum selesai.

"Balik yuk, Mal," ajak Andi menghampirinya. "Duluan aja, Ndi. Dikit lagi kelar nih," balas Akmal.

"Oke, saya duluan," pamit Andi.

Rencana, akhir pekan nanti Akmal akan menemui Nata. Melepas semua kerinduan pada wanita itu.

Tepat selepas isya, laporan itu selesai juga. Akmal melemaskan otot-otonya yang daritadi tegang.

Melihat keadaan ruangannya yang beberapa meja telah kosong.

"Loh, belum pulang, Mut?" Tanya Akmal saat ingin mematikan lampu ruangannya itu. "Eh, ini baru selesai, Mal." Nampak Mutia tengah merapikan tumpukan kertas yang berserakan di atas mejanya.

"Yaudah bareng aja yuk, udah malem juga nih," tawar Akmal. "Oke," Mutia menghampiri Akmal yang tengah berjalan menuju lift.

"Baru pulang, Dik?" Tanya satpam yang sedang duduk di depan lobby. "Ya, Pak. Lembur, nih."

"Mari, Pak," pamit Akmal. "Hati-hati,"

Akmal dan Mutia pulang bersama, seperti beberapa hari belakangan ini.

[4] Love is Trust [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang