" Jika ada sebuah pilihan, hidup atau mati, gue bakal milih mati "
~ LARA ~
Lara menatap meja makan yang berisi semangkuk mie yang dia buat. Ibunya tidak ada di rumah, mungkin akan pulang sangat larut atau parahnya tidak pulang sampai besok sore. Dia hanya menatap kosong meja di depannya itu, pikirannya terarah pada kejadian-kejadian di sekolah yang mungkin akan terjadi besok.
Sejujurnya dia sudah tidak kuat untuk pergi ke sekolah lagi, tapi jika dia berhenti sekolah apa yang harus dia katakan pada ibunya itu.
" Lara " panggil ibunya yang tiba-tiba datang membawa sekantong plastik nasi bungkus.
" Ini makan " kata ibunya, Lara menerimanya dengan senanh hati. Jarang-jarang ibunya membawakannya nasi biasanya paling untung perutnya hanya terisi mie instan.
" Ibu sudah pulang kerja?" tanya Lara basa-basi, karena suasana sangat canggung sekali.
" Iya " balas ibunya yang asik memakan makanannya, Lara mengigit bibir bawahnya takut.
" Maa " panggil Lara lirih, ibunya itu langsung menatap Lara dengan tajam.
" Apa? Kau mau minta uang lagi?" tanya ibunya, Lara mengangguk. Memang jika berbicara pada ibunya pasti hanya masalah uang saja.
" Aku butuh uang, aku ingin mengembalikan uang yang ku pinjam dari teman-teman ku " kata Lara membuat ibunya itu menatap marah.
" Aku tidak memberi mu uang bukan berarti kau meminjam uang ke teman-temanmu. Sebenarnya seberapa penting konser itu hingga kau meminjam uang kepada temanmu Ah?" bentak ibunya marah, Lara menundukan kepalanya tidak tau harus merespon apa.
" Berapa kau meminjam uang?" tanya ibunya sambil mengeluarkan dompetnya.
" 500ribu " katanya lirih, ibunya melotot terkejut mendengar jumlah uang yang dikatakannya.
" Apa? Sebanyak itu? Sumpah, Lara. Kau meminjam uang sebanyak itu untuk sebuah konser saja? Itu bahkan uang untuk kita sebulan, jika kau memakai uang itu, besok kita makan apa lagi ah?" kata ibunya terlihat sangat frustasi, Lara memeluk ibunya kuat.
" Maafin Lara, Ma " katanya menangis sesengguk, dia tidak mau melihat ibunya kesusahan seperti ini. Dia tau ibunya banting tulang untuk menghidupinya, tapi karena penyakit ini.
Penyakit yang akan menguras banyak biaya, apa sebaiknya dia tidak check-up lagi? Toh cepat atau lambat dia juga akan mati. Dan obat-obat yang dia minum hanya sebagai memperlambat masa kematiannya.
*
*Arga melangkahkan kakinya dengan santai menuju teman-temannya yang sedang asik di tempat tongkrongannya. Kemarin Arga tidak datang ke sini karena di hukum seharian penuh oleh pak Ahmad dan dia juga harus membantu Lara yang pingsan.
" Wegelegesehh..... baru nongol lo, kemarin kemana aja?" tanya Surya sahabat Arga, dia mempunyai tiga sahabat yaitu Surya, Dimas, dan Eden.
" Biasa, habis di hukum di kumis lele " kata Arga mengambil sebatang rokok dari saku Eden.
" Kebiasaan, beli napa. Misqueen banget jadi orang " kata Eden memutar bola matanya kesal, Arga menjitak keras kepala cowok itu membuat Eden meringis kesakitan.
" Gak nyadar diri, biasanya juga lo minta traktiran di gue " kata Arga menatap jengah Eden.
" Santuy dong, eh ntar malam ke club yukk. Arga yang bayar. Udah lama gue gak kesana gara-gara pindah sekolah kesini " kata Eden cengar-cengir menatap Arga.
" Boleh tuh, gue mumet banget di rumah. Orang tua gue kayak tom and jerry " kata Dimas menyesap rokoknya itu.
" Orang tua lo berantem terus?" tanya Surya prihatin melihat Dimas, mereka sudah bersahabat dari kecil, bahkan Surya sama sekali tidak tau beban sahabatnya itu.
" Gak, bonyok gue mesraan melulu. Lo gak derita orang jomblo di tengah-tengah kejadian itu " kata Dimas mendramatis, okey Surya tarik kata-katanya kembali.
" Tom and jerry darimana itu, goblok " kata Eden menatap jengkel Dimas.
" Ya serah gue dong, kan gue yang ngasih julukan kok kalian yang sewot? Kalo gue ngasih mereka julukan Beauty and Beast baru lo pada boleh protes " kata Dimas nyolot.
" Emang kenapa?" tanya Arga bingung, mungkin Arga salah bertanya pada Dimas yang notabanenya suka ngelantur gak jelas.
" Gak lihat tampang gue gak tampan ini, gak mungkin lah bokap gue jelek " kata Dimas tersenyum lebar menggoda.
" Tai anjing " umpat Arga kesal.
" Ar, gue denger-denger lo lagi deket ya sama Lara anak kelas IPA1 itu?" tanya Surya menatap Arga yang hanya mengangguk dan tersenyum.
" Astaga, akhirnya sohib gw suka cewek. Gue kira lo homo, Ar " kata Eden dengan gamblang, ingin rasanya Arga nyabein tuh mulut.
" Kok lo bisa deket sih sama Lara? Lo gak takut apa kalo ketularan " kata Surya kembali melanjutkan, Arga menatap Surya tajam.
" Lo juga mau rendahin Lara?" tanya Arga sinis, okey Surya salah melontarkan pertanyaan sekarang.
" Gue gak maksud gitu, santuylah " kata Surya menenangkan Arga, daripada wajahnya dipukul habis-habisan oleh cowok di depannya itu.
" Gini ya, coba lo bayangin lo ada di posisinya Lara. Dia itu gadis baik-baik gue tau itu, lo tau kan Sur, gue selalu cari tau info tentang orang terdekat gue " kata Arga menjelaskan, yang lain hanya mangut-mangut.
" Gue cuma mau bantu dia, coba kalian bayangin di posisi dia. Kena penyakit gitu aja udah menghilangkan semangat hidup orang, apalagi ditambah cacian dan makian jahat dari orang. Itu tuh nyakitin banget " kata Arga penuh penekanan.
" Gue setuju, kita coblos nomer 1 " kata Dimas tertawa keras, yang lain hanya menatapnya sebal.
" Lo kira kita lagi pemilihan pemilu " kata Eden menjitak kepala Dimas.
" Gue dukung niat baik lo, gue juga bakal bantu " kata Surya menepuk bahu Arga.
Arga mengangguk dan tersenyum menatap Surya, setidaknya masih ada banyak orang baik di sekelilingnya. Tidak seperti Lara yang hanya mempunyai Dessy di sampingnya, itu pun sangat berarti baginya.
*
*
*Vomentnya tetap dong guys :)
KAMU SEDANG MEMBACA
LARA [COMPLETE] ✔
Teen FictionFollow dulu guys :) Jika dia bisa memilih, lebih baik dia tidak dilahirkan kembali. jika dia bisa memilih, dia akan mengakhiri hidupnya sendiri. hidup kadang selucu itu, jika roda berputar. Kenapa hidupnya tidak berputar juga? Kenapa dia selalu yan...