" Ada yang bisa kau jelaskan sekarang?"
~ VEI ~
Sudah cukup kesabarannya sudah hilang, sudah hampir sebulan dan Lara belum juga jujur kepadanya. Sebenarnya dia ingin bertanya langsung pada Lara, tapi dia takut jika gadis itu merasa sakit hati karena pertanyaan yang akan dia lontarkan.
" Mama kenapa melamun?" tanya Lara sambil memakan sereal yang dibuatkan oleh Vei.
" Enggak ada " kata Vei memalingkan wajahnya, Vei mengambil secarik kertas yang dia taruh tadi di atas meja.
Dia memberikannya kepada Lara dengan ragu gadis itu mengambilnya. Lara membaca isi kertas itu dengan perubahan raut wajah yang sangat jelas. Tapi Vei tidak tau apa arti tatapan gadis itu.
" Ada yang bisa kau jelaskan sekarang?" tanya Vei hati-hati.
" Kapan Mama nerima surat ini?" tanya Lara dingin, apa Vei salah kali ini?
" Tiga minggu yang lalu " jawab Vei sambil menatap gadis di depannya itu, Lara hanya diam menatap ke lantai. Lidahnya kelu untuk berbicara.
" Seenggak peduli itu Mama sama aku ya, bahkan Mama udah tahu kondisi aku. Tapi mama enggan menanyai ku " kata Lara menundukan kepalanya semakin dalam.
Vei tahu gadis itu menangis, bahkan bahu gadis itu sampai bergetar. Orang bodoh mana tidak tahu jika anaknya terluka dan menderita karenannya. Apa Vei terlihat tidak peduli kepada anaknya ini?
Vei memeluk tubuh Lara erat " Maafin Mama, Mama cuma ingin kejujuran kamu. Karena jujur saja Mama takut bertanya pada mu. Mama gak mau kamu tersinggung " jelas Vei.
" Mama masih ingat dengan laki-laki paruh baya tempo waktu itu. Orang yang Lara maki-maki karena memakai kamar dan barang-barang Lara sejak lama " kata Lara dengan suara bergetar, memikirkannya saja membuat dirinya pusing.
" Dia Om Rendra, dia sahabat Mama. Dia yang bantu-bantu Mama selama ini nyari kerja siang malam. Mama cuma bisa kerja serabutan sampe lembur dan itu buat yang lain ngira Mama wanita malam dan sebutan lainnya " kata Vei dengan lembut, Lara terkejut mendengar pengakuan Mamanya.
Ternyata Mamanya tidak seperti yang dia bayangkan, tapi masih ada yang mengganjal di hatinya saat ini.
" Lalu kenapa Mama gak mengijinkan aku pulang sebelum jam 6 sore dan Om Rendra manggil Mama sayang " kata Lara mencari sarat kebohongan dari mata Vei, tapi tetap saja mata itu seakan mengatakan hal yang sejujurnya.
" Mama sudah bersahabat dengannya dari SMA, jadi kita sudah biasa bercanda seperti itu. Mama gak mau kamu pulang cepat karena Om Rendra gak tahu Mama punya anak, kalo dia tahu mungkin dia akan marah pada Mama dan pergi tanpa memberi Mama pekerjaan lagi " kata Vei menjelaskan.
" Asal Mama tau, laki-laki itu yang membuat Lara kayak gini. Karena dia Lara juga harus tertular penyakit ini " kata Lara menangis sesengguk, Vei terdiam membatu mendengar ucapan putrinya itu.
" Maksud kamu apa?" tanya Vei menatap kosong Lara yang menangis tanpa henti.
" Dokter bilang Lara bisa terkena penyakit ini karena infeksi dari orang yang terkena juga. Lara bingung darimana Lara bisa mendapat penyakit ini, karena Lara hanya tinggal berdua bersama Mama. Tapi Mama tidak mengalami penyakit seperti Lara " kata Lara menjelaskan.
" Lara sadar kalo Om Rendra yang kena penyakit itu. Karena dia memakai barang-barang Lara kemungkinan besar saat Om Rendra terluka dan darah itu juga terkontaminasi dengan darah Lara. Apalagi Om Rendra sudah memakai kamar Lara sejak lama " kata Lara yang masih menangis mendekap Vei.
" Maafin Mama, maafin Mama, maafin Mama " hanya itu yang bisa Vei katakan, sepertinya dia adalah sumber penderitaan putrinya itu.
Dia marah dan kesal terhadap dirinya, harusnya dia menjadi sumber kebahagiaan putrinya. Dia ibu yang gagal, dia tidak bisa menjaga Lara dengan baik.
*
*
*" Mas, aku minta tolong " kata Vei menatap pria paruh baya di depannya itu, dia sungguh berharap jika pria di depannya itu akan membantunya.
" Ada apa?" tanya pria itu dengan wajah karismatiknya, dia duduk dengan sopan dan setelan baju kemeja yang membuatnya tampak lebih muda.
" Kau ingat Lara, anak yang aku lahirnya 17 tahun yang lalu " kata Vei dengan wajah sayunya itu.
" Anak Retno dan Sila? Kenapa?" tanya pria itu, Vei tersenyum kecut kala mendengar kedua nama yang sangat dia benci.
" Dia terkena HIV, bisakah kau membantu ku menyembuhkannya?" kata Vei menundukan kepalanya menahan isak tangisnya, dia merasa lelah memghadapi kehidupannya sedari dulu.
" Kau tau Vei, penyakit itu tidak bisa disembuhkan. Aku hanya bisa membantu biaya pengobatannya agar penyakit itu lembat berkembang " kata pria itu menatap Vei kasihan, jika saja Vei mau menikah dengannya. Dia jamin Vei tidak akan menderita seperti ini.
" Terima kasih Aldo, dari dulu kau selalu membantu ku. Aku tidak tahu harus membayarnya bagaimana " kata Vei mengapus jejak air matanya.
" Menikahlah dengan ku Vei " kata Aldo dengan wajah tegasnya menatap Vei.
" Aku tidak bisa, ada Lara yang menjadi prioritas ku saat ini " kata Vei menggeleng lemah, selalu saja Lara yang menjadi halangan bagi Vei untuk melanjutkan hidupnya.
" Aku bisa menjaga Lara bersama mu, jangan egois Vei. Lara juga butuh sosok seorang ayah, jika kau menyadari itu " kata Aldo.
" Hikss.... kau benar, aku terlalu egois, aku menjauhkannya dari Retno dan Sila. Aku egois, rasa sayang ku padanya membuat ku terlalu egois. Hingga aku mengambil kebahagiannya " kata Vei dengan tangisnya yang pecah.
" Perbaikilah, sebelum semuanya terlambat " kata Aldo memeluk Vei.
Wanita itu hanya mengangguk sebagai jawabannya.
*
*
*Voment guys :)
KAMU SEDANG MEMBACA
LARA [COMPLETE] ✔
Teen FictionFollow dulu guys :) Jika dia bisa memilih, lebih baik dia tidak dilahirkan kembali. jika dia bisa memilih, dia akan mengakhiri hidupnya sendiri. hidup kadang selucu itu, jika roda berputar. Kenapa hidupnya tidak berputar juga? Kenapa dia selalu yan...