15. Mama & Papa

169 15 5
                                    

Retno dan Sila duduk di sofa ruang tamu, mereka sama-sama asik menonton TV tanpa menghiraukan Kisma yang sedang bermain ponselnya. Retno beberapa kali memperingati anak gadisnya itu agar tidak bermain ponsel terus.

" Kis, gimana kabar Lara di sekolah?" tanya Sila menatap putri semata wayangnya itu, Kisma mendengus sebal mendengar ucapan Mamanya itu.

" Kenapa sih Mama selalu nanyain Lara, memang Lara siapa kita, Ma?" tanya Kisma menatap Sila tidak suka, dia menjadi tambah membenci Lara si gadis perusak itu.

" Kamu kenapa kasar gitu? Dia ibu kamu, Kisma " kata Retno tidak suka dengan perilaku putrinya itu.

" Udahlah Pa, kalian berdua aneh. Kenapa kalian malah sayang banget sama Lara si anak haram itu. Jangan Papa kira aku gak tau apa-apa, aku tau Papa diem-diem nemuin si pelacur itu. Dan aku tau Lara si anak haram itu anak perselingkuhan Papa sama si pelacur itu kan " kata Kisma menatap mata ayahnya dengan nyalang.

Plak....

Satu tamparan mendarat di pipi Kisma, gadis itu mendecih sinis sedangkan Sila menutup bibirnya kaget dengan respon suaminya.

" Tampar lagi Pa, tampar!! Papa kira Kisma akan takut? Gak!! Papa itu sama aja, jadi Papa yang gak bertanggung jawab dan malah ninggalin keluarganya " kata Kisma marah-marah dan memilih mengurung dirinya di dalam kamar.

Retno mendudukan dirinya dengan tatapan mata bersalah. " Aku nampar dia " lirih Retno bersalah.

" Kau tau kamu kesal, tapi mohon sabar. Mereka sudah dewasa dan seharusnya mereka tahu " kata Sila menepuk lembut bahu suaminya itu.

" Tapi gimana? Aku saja belum bisa berkomunikasi dengan Lara, Vei selalu melarang keras aku menemui Lara " kata Retno mengacak rambutnya frustasi.

" Kamu yang sabar, kita pasti punya solusinya " kata Sila menenangkan suaminya itu.

*
*
*

Lara memasuki rumahnya yang terlihat kosong, sepertinya Mamanya pergi. Tapi tumben sekali, biasanya pagi-pagi seperti ini akan di rumah. Lara mengedikan bahunya dan berlari ke arah kamarnya, betapa terkejutnya dia melihat laki-laki paruh baya sedang memakai handuk dan barang-barangnya untuk mandi.

" Siapa kau?" tanyanya dengan wajah terkejut begitu juga Lara yang juga syok.

" Kau yang siapa? Berani-beraninya kau memakai barang-barang ku dan itu juga handuk ku " kata Lara menatap marah.

" Eh? Santai aja, saya memang sering memakai ini, jadi ini punya mu ya " katanya santai, Lara menatap penuh amarah.

" Apa kau menderita HIV?" tanya Lara, jika dia memakai barang-barang Lara kemungkinan besar dia tertular karena laki-laki paruh baya di depannya ini.

" Darimana kau tau itu?" tanyanya dengab wajah menegang, Lara mengepalkan tangannya keras hingga buku-buku jarinya memutih.

" Brengsek, siapa yang ngijinin lo kesini dan makai barang-barang gue Ah?" teriak Lara kehilangan kesabarannya, jadi pria itu sumber penyakitnya dia yakin sekarang penyakitnya ini bukan tanpa sebab.

" Ada apa ini? Lara, kau?" kata ibunya terkejut melihat Lara yang sudah menatapnya dengan tajam.

" KENAPA KAU PULANG AH?" bentak ibunya dengan marah, berbanding kebalik. Lara tidak takut, seharusnya dia yang harus membentak ibunya itu.

" Apa maksudnya ini? Kenapa dia di kamar ku dan memakain semua barang-barang ku?" kata Lara dengan nada suara datar, ibunya hanya menjambak rambutnya frustasi.

" Sudah berapa kali ku bilang, jangan pernah pulang jam segini. Kau menang keras kepala, sama seperti ayah mu " kata ibunya membuat kepala Lara berdenyut sakit.

" Seharusnya Mama sadar, Mama yang egois. Mama biarin cowok bangsat ini masuk ke kamar ku dan memakai barang-barang ku. Mama jahat " kata Lara dengan nafas tidak teratur karena amarahnya.

" Sudah berani kau melawan ku? Jika tanpa diriku kau tidak akan lahir dan hidup di dunia ini " kata ibunya mendorong kepala Lara dengan telunjuknya, alhasil tangis Lara pecah.

" AKU JUGA GAK PINGIN LAHIR DI DUNIA INI, MA " teriak Lara kencang, pria paruh baya itu merasa jengah dan segera keluar dari sana. Membiarkan perdebatan tidak jelas itu.

" Kau lihat? Sumber keuangan kita pergi, itu tandanya kau tidak akan makan " kata ibunya mengusap wajahnya kasar.

" Aku tidak peduli, karena kau aku menderita, karena kau " kata Lara menangis sesengguk.

" Apa maksudmu? Jangan banyak omong, aku malas melihat wajah mu itu " kata Ibunya pergi meninggalkan dirinya.

Dia hanya bisa menangis di lantai rumahnya, hidupnya benar-benar hancur. Dokter mendiagnosa hidupnya hanya tinggal sebulan lagi, karena belum mendapatkan terapi yang dia butuhkan.

Lara pergi ke arah kamar ibunya, dia mengobrak-abrik lemari-lemari yang ada disana.

" Ibu bilang tidak punya uang, tapi uangnya di simpan dengan rapi disini " kata Lara tersenyum getir, satu kertas yang dia lihat.

Putri ku, Lara Pamudji

Maafin ayah ya, karena ayah gak bisa lindungin kamu, gak bisa bawa kamu kesisi ayah.
Ayah rindu kamu, ayah ingin ketemu kamu

Hanya kalimat itu yang bisa Lara baca, karena setelahnya buram, karena tinta pulpennya sudah terkena air.

Siapa sebenarnya ayahnya? Apa benar Retno?

*
*
*

Voment guys :)

LARA [COMPLETE] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang