Tahun pertama di Hogwarts. Sedikitnya rasa gugup turut serta ketika pemuda bersurai hitam menginjakkan kakinya di sekolah sihir ini. Ia belum punya kenalan sedari tadi. Selama perjalanan hanya banyak diam dan sisanya digunakan untuk memejamkan mata. Tapi memang tipikalnya yang suka malu-malu dengan orang yang belum dikenalinya.
Matanya yang mirip rubah melirik ke sana ke mari. Banyak siswa-siswi berhamburan di segala penjuru. Ada yang masuk ke dalam toko, bercengkrama di tepian jalan, dan beberapa orang lalu lalang membawa barang bawaannya.
"Woah!"
Sebuah suara mencuri perhatian pemuda yang tengah asyik menikmati suasana di sekitarnya. Seorang pemuda lain sedang tertimpa nasib sial karena barang bawaannya terjatuh. Tanpa pikir panjang pemuda bersurai hitam ini membantunya.
"Biar kubantu", ujarnya sambil memungut beberapa buku.
"Eh, terima kasih", sahutnya dengan senyuman secerah mentari.
Setelah semua barang terkumpul kembali, keduanya memasukkan ke dalam tas yang baru. Tas yang sebelumnya telah kehilangan fungsinya karena robek dibagian bawah.
"Terima kasih banyak sudah membantu"
"Oh ya, sama-sama"
"Apa kamu siswa tahun pertama?", tanya pemuda yang memiliki rambut kecoklatan ini.
"Iya, baru saja sampai hari ini"
"Benarkah? Aku juga siswa tahun pertama! Panggil aku Haechan!", serunya dengan mengulurkan tangan kanannya.
"Aku Renjun. Senang berkenalan denganmu Haechan", jawabnya sambil membalas uluran tangan Haechan.
Sepertinya tokoh utama telah memiliki kawan di sekolah barunya.
Malamnya seluruh siswa-siswi tahun pertama telah berkumpul di ruang utama. Suara riuh memenuhi seisi ruangan. Banyak makanan enak yang dihidangkan dan semua menyukainya. Baik, siapa yang tidak suka dengan serangkaian acara ini? Ini adalah acara sakral di mana sebelum memulai sekolah akan ditentukan tempat asrama yang cocok bagi para calon pelajar.
Lagi-lagi Renjun merasa gugup saat dirinya mulai duduk dan sedang bergumam dengan topi ajaib yang akan menyeleksinya. Orang menyebutnya Topi Seleksi karena sudah tugasnya untuk menyeleksi anak-anak yang akan bergabung dalam asrama mana.
"Apa yang kau mau?"
"Gryffindor", kata Renjun pelan.
"Kau yakin?", ulang Topi Seleksi sambil memerhatikan wajah Renjun.
"Sangat yakin!"
"Baiklah. GRYFFINDOR!!!"
Teriakan heboh langsung menyambut Renjun. Secara alami senyum Renjun terkembang melihat teman-teman satu asramanya. Dari awal memang sudah keinginan Renjun untuk masuk dalam Gryffindor dan sekarang ia menjadi bagiannya. Sambil berjalan menuju tempat teman-temannya, ia mencuri pandang ke arah Haechan yang masih menunggu giliran.
'Apa Haechan seasrama denganku ya?', pikir Renjun.
Pesta jamuan dan sambutan telah usai. Semua siswa-siswi sudah memiliki tempat naungan di asramanya masing-masing. Kini harus istirahat guna memulai kelas esok harinya. Tapi nampak Renjun yang masih berdiri di depan ruangan. Matanya mencari-cari sosok Haechan yang belum juga keluar.
"Haechan!", panggilnya.
Haechan melihat Renjun yang sedang melambai-lambaikan tangannya di udara.
"Renjun!"
Keduanya berjalan saling menghampiri.
"Kamu tidak bilang kalau kamu berdarah murni!", sembur Renjun. Kini ia merengut.
"Apakah itu harus?", tanya Haechan yang geli melihat ekspresi Renjun.
Renjun melirik Haechan sekilas. Wajahnya yang kusut tadi berubah menjadi raut khawatir.
"Tapi kita di asrama yang berbeda, apa kita masih bisa saling berteman?", tanya Renjun cemas.
Haechan sedikit tertawa karena pertanyaan Renjun. "Asrama bukan jadi penghalang untuk berteman, Injunie", kata Haechan seraya menepuk pundak kanan Renjun sekali.
Mendengar jawaban bijak Haechan membuat dahi Renjun berkerut. "Seharusnya kamu masuk Ravenclaw saja", seloroh Renjun.
"Yah, justru aku kira kamu akan berada di Hufflepuff"
Keduanya tertawa bersama sebelum saling pamit untuk pergi ke tempat asramanya masing-masing. Renjun bersyukur karena ternyata Haechan masih tetap berteman dengannya walaupun rumor mengatakan asrama Renjun dan asrama Haechan tidak saling akur. Terlepas dari itu dia juga mengagumi sikap Haechan yang tetap rendah hati itu.
Renjun berjalan menuju kamarnya. Seperti yang sudah ia duga, ia mendapat kamar yang diisi oleh dua orang. Lalu sepertinya orang itu sudah datang lebih dulu karena melihat ada bias cahaya dari bawah pintu. Renjun mengetuk pelan pintu di hadapannya. Tangannya meraih gagang pintu dan mencoba membukanya. Ternyata tidak dikunci.
Seorang pemuda berambut sedikit pirang menoleh ketika Renjun masuk. Ia sedang menata beberapa barang miliknya di meja. Dari tatapan dinginnya, Renjun menilai orang ini akan lebih menyusahkan hidupnya untuk kedepannya.
"Oh halo, namaku Renjun. Semoga kita bisa menjadi teman sekamar yang baik", ucap Renjun basa-basi.
"Hm"
Renjun kesal. "Namamu?"
"Jaemin"
Renjun mendesah. Benar apa perkiraannya. Orang yang sekamar dengannya akan menyusahkan dirinya mulai sekarang ini. Renjun belum mau ambil pusing dulu. Ia ingin mengambil kesan baik di tahun pertamanya.
Renjun yang masih sedikit membenahi barang miliknya, menangkap gerakan Jaemin yang mengambil posisi tidur di salah satu ranjang. "Jaemin, apa besok kamu ada kelas-"
"Berisik. Matikan lampunya kalau sudah selesai"
Astaga, selain akan menyusahkan ternyata Jaemin sungguh menyebalkan.
Bersambung
Catatan kaki:
Ini random, beneran. Aku belum sepenuhnya jadi Potterhead, jadi maap semisal ada hal-hal yang terlewatkan atau keliru. Semoga ada yang terhibur dengan cerita ini ya dan sampai di chapter berikutnya. Bai-bai...
KAMU SEDANG MEMBACA
Orakel: Mimpi di Hogwarts
FanfictionTamat di Karyakarsa & Trakteer Judul sebelumnya: Renjun, peka dong! Hanya cerita sedikit dari Renjun dan teman-teman di sekolah sihir. Tapi tidak "sesedikit" dari yang diketahui Renjun selama ini ataupun yang diyakininya. Mungkinkah dia salah mengir...