"Dokter, astaga! Ini Jembatan Hangang! Kau membawaku ke Yongsan?" Aku mulai kalap. Lalu melihat ke sekitar. Di luar jendela begitu hiruk-pikuk. Beberapa mobil hilir-mudik dan lampu-lampu menyala terang.
"Kau bilang ingin mencari Shin Yuna?"
Aku menatap Dokter Lee tak percaya. Tak habis pikir dengan apa yang ada di kepalanya.
"Kau gila?"
"Aku baik," jawab Dokter Lee santai.
"Baik, kepalamu! Kau- Oh, astaga, kau benar-benar mabuk! Ayo turunkan aku sekarang! Aku naik taksi saja."
"Tidak."
"Dokter?"
"Aku bantu."
"Huh?"
"Mencari Shin Yuna, akan kubantu."
"Aku akan melakukannya sendiri, ini aku sendiri yang berjanji," ujarku tegas. Masih bersikukuh agar dokter mabuk ini mau mengembalikanku ke apartemen sewa.
"Kau pikir menemukan gadis dengan nama Shin Yuna yang tinggal di Yongsan itu mudah? Kau tahu 250 ribu orang tinggal di sana? Beruntung marganya bukan 'Kim' atau 'Lee'."
"Kau jadi terlalu ikut campur sejak kemarin."
Dokter Lee tersenyum. "Aku benci ikut campur. Tapi urusan yang ini sepertinya seru juga. Lagipula kita teman. Sesama teman itu harus saling membantu."
Mobil Dokter Lee melintasi Jembatang Hangang dengan cepat. Hingga tiba di ujung jembatan, kami melipir sedikit. Sampai Dokter Lee menginjak rem.
"Kenapa berhenti?"
"Kau tidak ingin memberi tahu Putri-ssi kalau kau tak akan pulang malam ini?
Aku mengambil ponsel dari dalam mantelku sambil sesekali menatap Dokter Lee. Lalu aku menelepon Putri. Ada beberapa nada sambung dari sana, namun segera Putri menerima panggilanku.
"Astaga! Lo ke mana sih sebenarnya?" tanya Putri lewat telepon.
"Dokter Wong atau Jisung?" tanyaku sambil menatap Dokter Lee yang terus memberiku kekuatan lewat sorot matanya.
"A-apa?"
"Pilih! Cepat!"
"Lucas."
"Yakin?"
"Jisung itu, dia masa lalu yang spesial. Tapi di masa depan, aku ingin hidup bersama Lucas," ujar Putri dalam bahasa Korea.
Putri pernah bilang padaku, mengatakan hal serius adalah sesuatu yang sangat bukan dirinya. Maka akan lebih baik ia tak mengatakannya dalam bahasa ibu.
"Berjanjilah kau akan bahagia dengan Lucas."
"Iya."
Aku tersenyum, lalu menatap ke arah Dokter Lee dengan lega.
Putri terdengar menghela napas. "Lagipula, Jisung itu sekarang punya pacar. Namanya Shin Yuna, dia tinggal di Yongsan. Di Hannam. Dia juga lebih muda satu tahun dari Jisung, aku yakin mereka sangat bahagia."
Mataku berpendar. Lalu sambil menatap Dokter Lee dalam-dalam, aku tersenyum sumringah. Dokter Lee menyambutnya dengan senyum tipis.
"Kau tahu yang lain lagi?"
"Tidak. Jisung hanya bilang itu kemarin. Memangnya kenapa?" tanya Putri, masih dalam bahasa Korea.
"Aku di Yongsan sekarang, di Ichon Il-Dong."
"Astaga! Lo gila?" Baiklah, ia memang selalu terkejut dengan bahasa Indonesia begitu. "Wah, lo pasti dikerjain NHK, Ji. Lo pulang!"
"Astaga tenang dulu," ujarku lagi. Masih dengan bahasa Korea. "Aku cuma mau cari Shin Yuna. Aku janji sama Jisung untuk bawa Shin Yuna ke rumah sakit."
"Tapi kenapa malam juga, Jinan?" tanya Putri. Kali ini kembali dengan bahasa Korea.
"Tenang saja, di sini ada Dokter Lee."
"Oh, wow! Kalian berdua?"
"Iya, Dokter Lee bilang ingin menemaniku."
"Hahaha! Tolong nyalakan speaker-nya," pinta Putri.
Aku mengernyitkan dahi. Lalu menuruti perkataannya untuk menyalakan speaker. "Memangnya mau apa sih?"
"Mau bilang sesuatu. Sudah belum?"
"Sudah."
"Dokter Lee! Jangan 'memakan' Jinan!"
"Hei!" teriakku spontan. Aku mencuri pandang ke arah Dokter Lee, memastikan responsnya terhadap kalimat Putri barusan. Ah, dia membuang muka ke arah jendela. Rautnya berubah canggung. Sesekali kudengar ia berdeham di sela tawa Putri yang puas menggelegar.
"Kau! Dasar gila!" seruku sambil memutus sambungannya.
Dokter Lee masih berdeham, enggan menatapku. Rasa bersalah segera muncul di dadaku. Suasananya jadi tidak enak karena anak aneh itu. Kenapa juga aku harus menurutinya menyalakan speaker?
"Dokter, maaf-"
"Ya, Jinan-ssi, aku tahu itu hanya bercanda." Dokter Lee kembali menatap jalan dengan raut datar. Tangannya sudah siap di atas stir. Sesekali menyentuh bawah hidungnya. "Jadi... bagaimana?"
"Oh, Dokter Lee, Shin Yuna, lahir di 2003, tinggal di Hannam," jelasku dengan mata berkaca-kaca.
"Oh, astaga! Semudah inikah?" Dokter Lee segera melajukan mobilnya, dengan senyum di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Platonic Love Story [NCT Jeno] ✔✔
FanfictionTidak ada perasaan yang benar-benar platonis. Setidaknya, itu yang Dokter Lee ajarkan padaku dalam semalam suntuk.