Hening sebentar. Sampai aku berlari seperti orang gila ke arah kamar 127. Aku sangat merindukan Jisung! Aku ingin mendengar suaranya lagi.
---
"Kak Ji!"
Jisung melambaikan tangannya antusias. Ia tersenyum lebar, memunculkan sederet gigi putihnya yang masih jua menggemaskan. Inikah hadiah yang akan selalu dilihat pasangan Jisung di masa depan? Mudah sekali mendapatkannya! Hanya dengan membuka pintu.
"Hai Jisung! Jisung masih kenal aku ya?" tanyaku sambil berjalan mendekati ranjangnya.
"Astaga! Kita kan dulu bikin Duo Double Ji! Bagaimana aku bisa lupa?"
Aku tersenyum. "Masih merasa sakit?"
"Kepalaku masih pusing dan kakiku tidak ada rasanya." Jisung mencoba menggerakan kakinya. Bergerak sempurna. Syukurlah. Mungkin ia hanya lemas.
"Jisung, kenapa bisa sampai begini?"
Jisung menghela napas. Lalu menunduk.
"Aku lihat jelas, Kak. Tapi aku gak ingat jelas. Yang aku ingat cuma truk, ya, ada truk, beberapa mobil pribadi, dan ada mobil pengaduk semen juga. Mereka saling bertabrakan. Mobil-mobil itu ringsek semua, kecuali mobil pengaduk semennya."
Oh, Bahasa Indonesianya masih bagus sekali. Putri memang luar biasa!
"Lalu kau?"
"Naik motor. Ingat Blacky? Yang dulu aku pakai buat ke kampus juga?" Jisung tertawa. "Hehehe. Iya, aku pakai itu. Oh, astaga! Pasti Blacky sekarat! Aku masuk ke kolong truk dan Blacky terpental karena terlalu besar, jadi gak muat ke kolong. Aduh, berapa yang harus kubayar nanti?"
"Dokter Lee tidak bilang apapun soal Blacky, Jisung, jangan terlalu dipikirkan, ya. Akses transportasi di Seoul juga sangat mudah, jadi kau akan baik-baik saja tanpa Blacky."
Jisung tersenyum getir. "Ya, bukan masalah. Tapi motor itu banyak sekali kenangannya."
Deg. Dadaku berkecamuk. Kenangan bersama Putri, maksudmu?
"Ah, tapi gak apa-apa lah! Aku juga selalu putus cinta saat menaiki motor itu."
"Huh? Benarkah? Kamu merasa begitu?"
Jisung mengangguk.
"Aku juga terlibat kecelakaan karena pikiranku kemana-mana. Aku baru putus sama pacarku." Jisung tertawa getir.
Aku mengernyitkan dahi. "Oh, yang namanya Shin Yuna?"
"Hei! Ah- A- maaf. Kenapa kau tahu segalanya sih? Dari dulu kau selalu tahu segalanya." Jisung mulai bicara dengan bahasa Korea. Jadi, begini suaranya saat bicara dengan bahasanya sendiri?
"Oh, haha! Ternyata benar mantan pacar ya? Masih sangat mencintainya?"
"Tidak."
"Oh, begitu?" Aku menggodanya. "Kalau sudah tidak cinta kenapa namanya masih kau panggil saat tidur tadi?"
Jisung gugup. Ia memelintir sisi pinggiran selimutnya.
"Mau kembali padanya?"
Jinan, jangan tolol.
"Aku tidak tahu."
Jangan mau, Jisung.
"Akan kubantu."
"Benarkah?"
Tidak, Jisung. Aku berbohong.
"Kak Ji tahu caranya?"
Tidak.
"Aku akan berusaha."
Ji, apa yang berusaha kau lakukan?
"Kau memang kakak tingkatku yang terbaik!" Jisung bertepuk tangan, meriah sekali. Wajahnya masih seimut saat kami berpisah dulu.
"Tapi berjanjilah sesuatu."
"Apa? Kak Ji ingin aku- Oh! Lihat tanda pengenalnya! Kak Ji jadi wartawan! Kau ingin aku jadi narasumbermu? Saksi mata dan korban atas kecelakaan itu? Akan kulakukan."
Bukan, Jisung. Tuntutanku lebih sederhana dari itu. Oh, bolehkah aku memintanya untuk tetap di sisiku? Ah, sepertinya terlalu mengada-ada.
"Selesaikan urusanmu dengan Putri. Ya?"
Jisung terdiam. Ia tampak semakin gugup saja.
"Kalian belum selesai, kan? Kalian tidak berpisah dengan baik-baik."
"Aku tidak mau bertemu dia lagi."
Huh? Bagaimana?
Pintu terketuk. Tak lama, Dokter Lee masuk dengan senyum sumringah.
"Halo, Park Jisung-ssi, sudah merasa baikan?" tanya Dokter Lee. Ia segera berdiri di sampingku.
Jisung mengangguk.
"Jisung, ini Dokter Lee. Dia yang merawatmu selama masa kritis."
"Salam kenal, Dokter Lee. Aku Park Jisung, seorang adik tingkat," ujar Jisung memperkenalkan diri.
Dokter Lee tersenyum. "Ada seseorang yang ingin bertemu. Bolehkah ia masuk?"
Itu pasti Putri! Bagaimana ini? Bukankah Jisung bilang tak mau menemuinya tadi?
Dokter Wong dan Putri masuk ke ruangan. Di tangan gadis itu ada sekantung buah-buahan segar. Dari apa yang dapat kuterawang, isinya terdiri dari jeruk, apel, dan buah favorit Jisung, pir.
"Jisung, masih ingat aku?"
![](https://img.wattpad.com/cover/222441619-288-k479382.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Platonic Love Story [NCT Jeno] ✔✔
FanfictionTidak ada perasaan yang benar-benar platonis. Setidaknya, itu yang Dokter Lee ajarkan padaku dalam semalam suntuk.