A Deeptalk with My Shadow

58 15 0
                                    

Aku berjalan ke alamat yang tadi kudapatkan dari Polisi Lee. Beruntung aku yang membawa sobekan kertas itu. Angin yang berembus begitu dingin. Kulitku tetap diterpa gigil setebal apapun mantel yang tengah kukenakan. Dan, oh, aku baru sadar. Aku masih memakai syal Dokter Lee. 

Rasanya ingin segera kukembalikan padanya saja! Siapa juga yang peduli jika aku kena hipotermia di sini?

Aku tertawa miris. Mengingat lagi kejadian beberapa waktu lalu. Aku masih tidak mengerti sepenuhnya tentang apa yang terjadi. Tapi sejauh yang kutahu, Dokter Lee marah karena merasa aku banyak meragukannya.

"Dasar bodoh!" Aku merutuk diriku sendiri sambil sesekali memukuli pelipis.

Sebenarnya, aku sudah terbiasa berjalan sendiri. Apalagi sejak Putri berpacaran dengan Dokter Wong. Aku jadi lebih sering pulang sendiri. Demi menghemat, aku juga hanya berjalan kaki. Jadi kondisi ini tak sebegitu sulit untukku. Hanya saja, dadaku rasanya sesak sekali sekarang. Pikiranku tertuju pada raut wajah Dokter Lee sebelum ia masuk ke dalam mobil. Jika orang yang ramah sepertinya bisa sampai marah begitu, bukankah itu artinya ia sangat terluka?

Aku berhenti berjalan. Lalu menertawakan diriku sendiri. "Sekarang bagaimana caramu minta maaf?"

Tidak ada. Aku hanya bisa minta maaf jika kembali bertemu dengannya. Tapi, aku ragu. Setidaknya siang ini, jika aku dapat kembali ke rumah sakit pun, belum tentu ia ada di sana. Kalaupun ia ada, belum tentu ia mau mendengarkanku. 

Aku tertawa lagi. Baru saja menyadari sesuatu. Aku selalu kehilangan hal-hal penting dalam hidupku karena sikapku sendiri.

Wah, bukankah aku baru saja mengakui bahwa Dokter Lee adalah orang penting di hidupku?

Tapi, memangnya kenapa juga kalau mengakuinya? Selama dua hari ini, ia memang yang peran utama hidupku. Rasanya malah aku yang hanya peran pendukung.

Sesekali aku merapikan rambut. Angin berembus cukup kencang, itu membuat rambutku mudah berantakan. Aku mengeluarkan sobekan kertas berisi alamat itu, lalu membacanya lagi. Dua kali mencoba mendekatkannya pada kedua mataku. Suasana gelap membuat tulisannya sulit kubaca. Apalagi tulisan Polisi Lee tidak sebegitu bagusnya.

Ah, kira-kira kapan matahari akan terbit?

Aku mengeluarkan ponsel dari kantung mantel. Melihat waktu. Ini masih dini hari. Masih sangat lama sampai matahari terbit nanti.

Aku mengembuskan napas, lalu menatap langit yang ternyata bertabur bintang. Jika saja Dokter Lee ada di sini, meski kami hanya diam, tapi rasanya pasti tak akan sehampa ini.

Oh, astaga. Baru kali ini aku jadi sangat mengandalkan orang lain.

Not A Platonic Love Story [NCT Jeno] ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang