Salah seorang penjaga tadi, yang kini kami ketahui bernama Tuan Choi, hanya dapat menatap sinis pada kami. Sesekali ia menggeleng dengan wajah bersungut-sungut. Negosiasi berjalan alot. Tuan Choi enggan mempersilakan kami masuk meski kami sudah dengan detail menjelaskan semuanya.
"Kalian ini keras kepala sekali. Tidak ada yang ingin Nona Shin temui. Ia sudah berpesan pada kami sejak beberapa hari lalu."
"T-tapi..."
"Ya, kami tahu kalian ada urusan penting, kalian jauh-jauh dari Dongjak, kalian dari rumah sakit. Tapi kami tak bisa membiarkan kalian masuk. Itu sudah peraturannya. Selamat malam." Tuan Choi hendak beranjak pergi.
"T-tuan, tolong..." paksaku.
"Kalian ini sudah gila ya? Ini bahkan belum pagi dan kalian sudah membuatku darah tinggi," kata Tuan Choi sambil menaikkan nada bicaranya. Ia menggaruk kepalanya kesal. Satu temannya melirik ke arah Tuan Choi. Berwajah sama sinisnya.
Samar, kulihat seorang wanita tua seketika melintas di taman rumah keluarga Shin. Bajunya lumayan lusuh dan ia memegang gunting taman. Mungkin baru saja merapikan semak dan rumput. Rambutnya yang mulai memutih diikat buntal ke atas.
"Ada apa ini?" tanya wanita tua tadi. Ia melangkah mendekati kami dengan wajah garang.
"Selamat pagi, Nyonya. Kami dari Rumah Sakit Dongjak. Saya Lee Jeno dan ini Jinan. Kami ada hal penting yang ingin kami bicarakan dengan Nona Shin Yuna," ujar Dokter Lee sambil tersenyum ramah.
Apa kami masih punya harapan?
"Ya, ya, kau sudah jelaskan padaku. Urusan penting, Park Jisung koma, ka-"
"Park Jisung? Koma?" tanya wanita tua itu dengan dahi mengerut. Ia menatap Tuan Choi, meminta penjelasan.
Aku mengangguk.
Wanita itu menoleh pada kami. "Maksudmu Park Jisung kekasih Nona Shin? D-dia koma?"
"Iya, Nyonya. Park Jisung yang itu. Dia adalah salah satu korban Tragedi Yongsan," terang Dokter Lee.
Wanita itu menggeleng. Ia membelalakkan matanya, lalu meremat gunting taman itu. Sedikit demi sedikit, aku dapat melihat segumul air menggenangi matanya. "Tidak mungkin... Bagaimana dia sekarang?"
"Dia sedang dirawat di Rumah Sakit Dongjak sekarang. Ia mengalami pasca-trauma dan tak sadarkan diri selama beberapa hari. Keadaannya naik-turun. Kemarin ia sadar sebentar setelah memanggil nama Shin Yuna, jadi kami pikir, ia akan mendapat kekuatan jika Nona Shin Yuna ada di sana bersamanya," jelas Dokter Lee lagi.
Tuan Choi menggaruk kepalanya kesal. "Dia juga sudah menjelaskan itu sejak tadi, Bibi Kang. Tapi aku sudah b-"
"Kembalilah pagi nanti. Aku yang akan bujuk Nona Shin untuk menemui kalian."
Aku menatap Dokter Lee dengan senyum sumringah. Rasanya ingin sekali melompat bahagia sekarang. Kami akan berhasil, kan? Shin Yuna, kau akan menemui kami, kan?
"Sekarang kalian istirahatlah dulu. Ada penginapan tak jauh dari sini. Maaf kami tak bisa mempersilakan kalian masuk tanpa izin." Wanita tua itu tersenyum. "Saat kembali nanti, bilang bahwa kau ingin bertemu Bibi Kang."
Tuan Choi menatap wanita tua itu kebingungan. Ia seperti tak percaya dengan keputusan wanita yang kini tersenyum lembut pada kami. "Bibi Kang, kau jangan gegabah, kita bisa dipecat kalau membiarkan orang asing masuk!"
"Apa tidak masalah jika kami kembali nanti pagi?" tanyaku memastikan.
"Nona Shin tanpa Park Jisung itu lebih bermasalah dibanding aku tanpa pekerjaan. Tidak masalah. Kembalilah saat matahari sudah terbit nanti."
"Terima kasih... Terima kasih banyak..."
Tanpa kusadari, air mataku sudah mengalir begitu saja.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Platonic Love Story [NCT Jeno] ✔✔
Fiksi PenggemarTidak ada perasaan yang benar-benar platonis. Setidaknya, itu yang Dokter Lee ajarkan padaku dalam semalam suntuk.