19 - Remorse of Grief

103 40 5
                                    

Berbisiklah secara halus di telingaku, "Siapa yang pantas disalahkan?" Maka akan kubalas dengan senyum yang mengartikan ini: "Tak apa, salahkan saja aku."

KEMATIAN CHANYEOL menjadi wara-wara duka linimasa yang begitu menggemparkan dunia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

KEMATIAN CHANYEOL menjadi wara-wara duka linimasa yang begitu menggemparkan dunia. Polisi memutuskan kematiannya sebagai kasus bunuh diri. Semua orang bersedih. Semua orang meneteskan air matanya untuk kepergian sang mendiang. Upacara pemakaman dilaksanakan secara tertutup. Hanya beberapa kalangan tertentu yang boleh masuk untuk memberi sambutan terakhir dan meninggalkan jejak air mata di sana.

Di aula yang tertutup ini, entah mengapa DO tidak dapat meneteskan air matanya. Sama sekali tidak meski sudah berkali-kali dipaksakan. Dadanya hanya sesak dan kepalanya tak mampu menerima semua ini. Padahal ia juga merasa sedih. Siapa sih yang tidak akan merasa demikian ditinggal sahabat sendiri? Semua orang pasti sedih dan DO ingin sekali air matanya berlinang sebagai bukti telah kehilangan yang amat sangat. Namun seakan ada yang menahannya; berbisik halus untuk tidak melakukan hal tersebut.

Berbeda dengan Kai yang berdiri di sampingnya sembari menangis pilu. Wajahnya sudah memerah, matanya bengkak, dada naik turun yang semakin tak terkendali. Sudah seperti anak tak terurus saja dan kendati menenangkan, DO tak tahu harus bagaimana selain menemaninya. Ia sendiri merasa malu sebab tak mampu mengekspresikan perasaan sedihnya.

Dahulu DO tidak seperti ini. Sama sekali bukan dirinya. Ada yang salah.

"Kai ... apa kau sudah merasa lebih baik?" DO berucap untuk sekadar menghidupkan suasana supaya tidak terlalu suram.

Tetapi, Kai tidak menyahut. Tidak ada inisiatif untuk melihat wajah, atau menggelengkan kepala. Benar-benar terselimuti kesedihan yang begitu dalam. DO tidak mengerti, sehingga memutuskan untuk mengunci mulut lebih lama sampai Kai sudah selesai dengan segala tanduk kesedihannya.

Kematian memang selalu seperti ini; menjadikan orang-orang yang ditinggalkan menangisi kepergiannya. Barangkali tertinggal suatu penyesalan dan perasaan bersalah. Terlebih jika sang mendianglah yang memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Bukankah itu ... menyesakkan?

"Kenapa semuanya berubah ya?" Kai tiba-tiba bergumam, diiringi isakan. "Semuanya berubah ... dan sebentar lagi hancur. Kupikir begitu. Bagaimana menurutmu Hyung? Apa kita masih bisa bernapas?"

Tak bisa menahan untuk tidak terkejut, DO memusatkan perhatiannya pada Kai. Bicara apa anak ini?!

"Aku tidak menyangka tahun ini sangatlah buruk," lanjutnya, masih setengah frustrasi. "Bahkan setelah kepergiannya, Chanyeol Hyung masih merasa kesepian. Ah kasihan sekali."

"A-apa maksudmu, Kai?"

Kai menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Seolah untuk mengatakannya, ia memerlukan tenaga yang lebih kuat. "Dari kita berdelapan, hanya dua yang mengantarkannya ke peristirahatan terakhir. Aku dan DO Hyung saja! Ke mana yang lain?! Lay dan Chen tentu masih bisa dimaklumi. Mereka sedang sekarat. Tapi, Suho dan Baek Hyung? Sehun? Apalagi Xiumin Hyung." Ia terlihat naik darah; berbalut emosi yang menakutkan.

Resolve the DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang