MENGINJAKKAN KAKI ke luar gedung apartemen artinya bersedia menantang maut. Tak hanya sekadar buruk, jika boleh hiperbolis, rasanya seolah berada di kerak neraka sungguhan. Mereka secara bergerombol berkumpul di sisi pintu masuk utama, belum berniat untuk pergi begitu saja. Sebab pintu masuk terbuat dari kaca, semuanya dapat dengan jelas melihat keadaan di luar sementara koridor lengang.
Langit terselimuti awan hitam pekat. Lampu-lampu bangunan dan jalanan tak menyala. Lalu lalang kendaraan tak banyak yang melintas, beberapa malah saling bertabrakan dan melahirkan korban berjatuhan sebab pengemudinya tak bisa menjaga kewarasan. Seoul sudah bagaikan kota mati. Semuanya serba suram.
Tampak beberapa orang yang masih waras berkeliaran panik tanpa tahu harus bagaimana; hanya berlari dari satu bangunan ke bangunan lain. Masih dalam satu sorotan mata, orang yang kesurupan pun dapat ditemukan presensinya. Berbeda seperti di rumah sakit tempo hari, kali ini mereka tidak menyerang atau tubuh terpenggal; hanya meraung-raung melawan isi kepala. Teriakan yang penuh kesakitan, melangkah sempoyongan tak karuan, meneteskan air liur, mata terbelalak, dan bahkan tidak menyadari kondisi sekitar. Menyaksikannya saja, Suho dan kawan-kawan dapat merasakan pendar kematian yang terlalu kuat─bahwasanya, kegelapan telah menelan mereka.
Kai menahan napas. "Orang-orang itu ... tak akan terselamatkan? Lalu, bagaimana dengan teman-teman kita dari SM jika mereka ikut kesurupan? Apa mereka akan ... mati?"
"Aku tidak tahu," ujar Sehun serak. "Selama mereka masih meraung, mereka masih hidup. Tapi tak ada yang tahu bagaimana mengembalikan mereka seperti semula. Bahkan meski kita mengalahkan iblisnya, bisa saja dia memutuskan untuk memenggal orang-orang itu sebelum menghilang."
"Berhasil atau tidak, kemungkinan tetap matinya itu besar sekali," lirih Baekhyun, nyaris menyerupai bisikan. "Benar-benar jalan buntu, ya."
Lay mendadak menanggapi, "Ya, seperti yang kubilang."
Tak ada yang berkehendak untuk membalas. Selayaknya jurang, tak ada yang bisa memastikan sedalam apa jurang itu jika tak melompat. Tetapi resikonya, kematian menyertaimu dengan tubuh remuk. Atau sebut saja, semua jurang memang begitu. Manusia bodoh mana yang tak mengetahuinya? Tempat yang berbahaya. Berani melompat, sama saja menyerahkan nyawa sendiri.
Namun berlindung di balik mengibarkan bendera putih bukankah lebih tak berdaya? Setidaknya walau nyawa menjadi taruhan, bisa mati sebab memperjuangkan teman memungkinkan mati terhormat tanpa penyesalan yang selalu menggerogoti arwah-arwah tak tahu diri. Setelah membiarkan permainan bergulir tanpa diberi aba-aba kapan telah menginjak start, seseorang harus berinisiatif menyelesaikannya.
"Apa kalian merasakannya? Kepalaku─rasanya berputar hebat, hebat sekali," keluh DO, berusaha tetap terjaga.
"Kau harus bisa melawannya." Suho meyakinkan walau sedikit ragu dengan kemampuan sendiri. Atmosfer mencekam yang tak mengenakkan agaknya membuat semua orang gamang untuk melarikan diri. Tentu, mengunci diri di rumah pun tetap tidak aman apabila tak mampu menjaga kewarasan. Tetapi pergi ke luar jelas lebih beresiko.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resolve the Day
Fanfiction『 C O M P L E T E D 』 [ EXO DARK FANFICTION ] Memasuki tahun keenam sebagai idola, aransemen prinsip bermusik nyata mereka telah lenyap. Xiumin ditarik kembali pada eksaltasi yang lebih pekat dari kegelapan; potensial otak Suho berlebihan; keresaha...