30 - Doorway of Light

93 32 2
                                    

Penderitaan ini 'kan berakhir. Sebuah asa pengharapan yang selalu didamba. Bergembiralah! Serta pupuklah ruang ketabahan.

RASANYA SEPERTI baru saja berhadapan dengan malaikat bermata iblis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

RASANYA SEPERTI baru saja berhadapan dengan malaikat bermata iblis. Tampak luar menjabarkan kesucian, tetapi dalam celah pupil mata kelewat busuk. Sejenak tadi, dalam kebebasan berharga miliknya, Sehun linglung dimakan waktu. Tahu-tahu saja sudah diseret menuju tempat bermandikan cahaya─menyambut hangat mentari yang entah sejak kapan, terasa menenangkan.

Tak ada derita, atau euforia sinting tak berperikemanusiaan. Baunya sih terasa seperti lembah kematian di ujung perbatasan. Sehun mengamati sekeliling. Ia menginjakkan kaki pada tanah tinggi yang dekat dengan awan. Menjadikannya seolah berada di langit tanpa terbang atau mengapung. Tak ada apa pun, selain cahaya matahari, kumpulan awan, serta embusan angin liar.

Sehun bisa saja melangkahkan kaki untuk mencari sesuatu sekalipun beberapa sisi tanah tertutup awan, cukup berhati-hati supaya tak salah menginjak itu mudah kan? Kalau kakinya terjebak pada lubang atau jatuh, berarti sedang sial. Namun, tidak sama sekali. Sehun tetap linglung dan berdiri di tempat─tak berkehendak memikirkan perkara apa sih yang menuntunnya kemari atau sekadar memastikan. Isi kepalanya kosong. Tatapan matanya hanya menunjukkan tanda-tanda kesayuan.

Perlahan, ia menyilangkan kedua tangannya. Tunggu, sebentar. Tangan? Sehun mendadak memperhatikan anggota tubuh tersebut. Benar-benar ada dua? Masih utuh? Kalau ia tidak salah mengingat, rasanya si tangan sebelah kiri ... terpotong? Untuk ... ritual persembahan? Lay? Ah, Sehun mengerutkan kening. Kepalanya jadi terasa pecah, seolah baru saja dihantam sebongkah batu besar. Dalam situasi membingungkan seperti ini, biasanya diajarkan untuk tetap tenang dan jangan panik.

"Sehun?"

Sedikit terkesiap, Sehun buru-buru membalikkan badan dan memusatkan perhatian pada sosok itu─berdiri keheranan dengan pupil mata yang melebar. Segala fakta mengenai perkara yang tengah dihadapi satu persatu diingatnya. Kendati demikian, tak ada kengerian yang menghias ekspresi Sehun. Sebab di sana, yang disebut lawan menampakkan diri sebagai sosok manusia.

Tanpa sadar, bulir air matanya menetes bersamaan dengan sang bibir yang melirih pilu, "Xiumin ... Hyung? Kaukah itu?"

"Ini memang aku ... siapa lagi?" Memasang senyum getir, ia melanjutkan, "Di mana ini? Mengapa kita berada di sini? Apa yang terjadi?"

Sehun hanya menjatuhkan beberapa bulir air mata, untungnya tak bermuara menjadi tangisan deras. Ia mencoba untuk mengendalikan diri; menarik napas dalam-dalam, menepuk pelan dada, mengedipkan mata berkali-kali, dan sepenuhnya berhasil tenang. "Hyung tidak tahu apa-apa?"

"Tentu saja," sahut Xiumin, tatapannya tetap sayu. "Aku merasa ... tertidur cukup lama. Tanpa mimpi, atau tanpa kesadaran apa pun─hanya menyadari tubuhku lelah maka tidur merupakan pilihan. Lalu di tengah tidur nyenyakku, aku ditarik tangan-tangan bercahaya menuju kemari. Aku terus berjalan dan menemukanmu." Sosok tersebut mendadak menarik napas gusar dan menengadah, menyaksikan latar biru berselimut putih pudar. Ia memejamkan mata sebelum akhirnya menambahkan, "Entah mengapa tempat ini memberiku perasaan bebas."

Resolve the DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang