20 - So, This's How We Called Hell

110 38 3
                                    

Bagaimana rasanya berjalan tanpa tujuan? Disesatkan begitu saja tanpa kau sukai? Dan bagaimana mungkin kau berpikir ini keinginanku? Silakan terka kepingan dalam diriku, kau tak akan menemukan yang kau cari.

Bagaimana rasanya berjalan tanpa tujuan? Disesatkan begitu saja tanpa kau sukai? Dan bagaimana mungkin kau berpikir ini keinginanku? Silakan terka kepingan dalam diriku, kau tak akan menemukan yang kau cari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BERBICARA MENGENAI hidup, Xiumin sendiri menyadari jika ia telah membuang banyak waktu. Berlipat-lipat dan lumayan parah; lebih sering dalam kasus tak berguna, walau ada sedikit hal bermanfaat. Namun tetap saja, timbangan buruknya pasti lebih berat. Sebaik apa pun sosoknya di mata orang lain, ia merasa tidak seperti yang mereka pikirkan.

Bukannya mereka salah, orang lain bebas memandangnya seperti apa. Mau itu orang suci, pahlawan, pemuda manis, pencari muka, bajingan, silakan saja. Tetapi Xiumin hanya merasa tidak pantas, entah itu pandangan yang buruk atau baik. Ia tidak bertumpu pada pandangan orang lain yang bisa membuat siapa saja stres atau keras kepala. Bagus, bukan? Xiumin tumbuh dengan berpegang teguh pada apa yang dimilikinya terhadap diri sendiri. Separuh baik, separuh jahat.

Seiring bergulirnya waktu, kepercayaan Xiumin pada diri sendiri semakin memudar. Bayang-bayang masa lalu yang kelam masih bersemayam di memorinya, membelenggunya dalam separuh jahat yang kian menguasai.

Pada dasarnya hidup itu indah; Xiumin bersyukur atas karunia ini. Andaikata masa lalunya bisa diubah, ia pasti sudah berbahagia melewati kehidupan. Segala kenangan pahit yang dilaluinya akan tetap ia syukuri jika saja masa lalunya tidak seperti itu. Bukankah itu kedengarannya munafik? Katanya, mensyukuri hidup dan bahagia. Tetapi menerima masa lalunya saja tidak bisa. Munafik sekali, bukan?

Ah, bukan menerima masa lalunya.

Sama sekali bukan.

Ia tidak bisa menerima dirinya sendiri; menerima jiwa kotornya yang tercemar iblis. Bagaimana Xiumin bisa mengikhlaskannya? Jelas tidak bisa. Dibanding membesarkan iblis di dalam jiwa, lebih baik hidup seperti manusia biasa yang dapat berlagak seperti iblis. Misalnya, menjadi pria berengsek yang berbohong demi uang dan wanita? Atau hal kecil seperti mencuri uang ibu agar dapat membeli mainan. Perbuatan tersebut salah, barangkali cerminan dari iblis. Hal seperti itu lebih baik; menjadi manusia yang sewajarnya; yang murni separuh baik dan jahat. Xiumin tidak terkekang, ia ingin ... bebas.

Dan, harus berapa kali ia berteriak pada dunia jika teman-teman seperjuangannya itu ... mungkin adalah penyelamat kecilnya. Mereka membuat Xiumin dapat sedikit menghilangkan trauma masa lalu dan memulai hidup baru sebagai sosok Xiumin yang diinginkannya. Seperti terlahir kembali, menjadi manusia yang sewajarnya.

Sedikit merasakan sebuah ... kebebasan.

Ia dicintai dan disayangi. Ia memiliki tempat untuk berbagi, tempat untuk pulang. Dan Xiumin pun tak ragu untuk memberikan hal yang serupa. Setidaknya dalam rentang waktu tersebut, ia tidak sendirian. Diberi kesempatan untuk mengenal satu sama lain dan mendengarkan cerita mereka; membuatnya bertahan. Berjumpa dengan orang-orang yang semangat menjalani hidup, secara tak langsung Xiumin menjadi ikut-ikutan dan tak mau kalah.

Resolve the DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang