25 - The Nightmares Begin

78 34 1
                                    

TEROMPET SASANGKALA jelas belum dibunyikan─setidaknya, jika malaikat tak main-main meniup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TEROMPET SASANGKALA jelas belum dibunyikan─setidaknya, jika malaikat tak main-main meniup. Kiamat mana mungkin terjadi jika bumi belum dibelah dan gunung-gunung beterbangan. Bencana yang kini terjadi malahan hanya satu titik pusaran angin dari langit; memang sama-sama mampu membekukan tubuh seolah esok tak bisa menapaki hari. Namun satu hal yang Sehun sadari dan dipegang teguh, bencana tersebut bukanlah titah Tuhan; jelas sekali sebab mana mungkin Dia menyengsarakan makhluknya seperti itu.

Kesurupan massal, dikuasai iblis beserta antek-anteknya; keputusasaan, kejahatan, kegelapan. Tak terpenggal pun menjadi hujan darah─barangkali belum. Justru diam di tempat, permainan memorak-porandakan isi kepala.

Mictlan. Dan juga, Xiumin.

Barangkali ulah mereka.

Hanya kedua nama itu yang terlintas di benaknya. Untuk beberapa alasan sederhana, suara hati Sehun mendadak ingin mundur dan meringkuk di bawah selimut hangat. Kehilangan harapan. Seperti pengecut. Dan membiarkan dunia dalam ambang kehancuran.

Tidak, tidak! Mana mungkin semudah itu untuk bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Lagi pula, jika diam saja dan tak ada yang berkehendak untuk menghentikan, maka dunia bakal serupa neraka. Alih-alih dunia, ia cuma ingin menyelamatkan teman-temannya. Egois? Masih lebih baik ketimbang tak berkontribusi apa pun. Maka dari itu hatinya tidak boleh goyah. Keputusannya sudah bulat kendati dirancang sesingkat mungkin. Ia tidak boleh ... mundur.

"Apa yang terjadi?" tanya Kai ikut melongok ke luar jendela. Ia tampak ketakutan dengan pupil yang melebar dan tubuh yang gemetar. Tentu saja, siapa yang tak akan demikian jika hendak menghadapi maut?

"Aku tidak percaya ini," timpal Baekhyun. Dari belakang, ia menatap Sehun dengan tatapan sulit. "Hei, Sehun, sekarang apa yang harus kita lakukan? Di rumah sakit kau yang memimpin kami, bukan?"

Sehun?

Barangkali, ia bungkam sebab tak berkehendak untuk menjelaskan. Sehun tentu sudah memikirkannya sejak dahulu kok, bahwa suatu hari nanti mereka akan bersatu dan menghadapi kegelapan bersama. Tetapi, bukankah itu berbahaya? Justru jika semakin banyak orang yang terlibat, semakin banyak nyawa yang mungkin melayang. Dan ia akan merasa kehilangan yang amat sangat. Pada akhirnya ia tak mampu berkoar realita; tentang apa yang terjadi dan juga rencananya. Bukan tak percaya atau tidak membutuhkan bantuan, hanya saja ... ini terlalu berat, sungguh.

Keraguan Sehun bisa disebut egois, bukan? Toh jika diam saja, bagaimana orang lain bisa mengerti? Ingatlah, setiap orang memiliki perbedaan dalam memandang sesuatu. Pun juga hati yang sama-sama dapat merasakan beragam emosi. Tanpa komunikasi yang kuat, bagaimana manusia bisa saling memahami? Terkadang isi kepala manusia sendiri yang membuat keadaannya semakin rumit.

Ia merasakan bahunya disentuh. Begitu menoleh, rupanya itu tangan milik DO. Tatapan penuh selidik pun harap terpancar dari matanya. "Jadi kau yang menyembunyikan sesuatu dari kami?" todong DO, agaknya masih bisa murka. "Bahkan ketika bencana buruk telah terjadi, kau masih mau menyembunyikannya?" Ia semakin meremas bahu Sehun. "Kau benar-benar tega."

Resolve the DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang