3. Hope

37 8 2
                                    

Menaruh harapan besar pada seseorang, hingga lupa bahwa tidak jarang juga mereka memberikan luka

####

Akhirnya Rain sampai di rumah, di antar oleh Reyhan tentunya. Sebenarnya Rain merasa kasihan juga pada Reyhan karena rumah mereka berdua tidaklah dekat, bahkan berjauhan. Tidak, bukan dia yang memaksa Reyhan untuk mengantarnya sampai rumah itu kemauan Reyhan sendiri

Jadi, jangan salahkan Rain

"Mau masuk dulu??" Tanya Rain sekadar basa-basi

"Boleh, gue mau numpang tidur" Reyhan berniat masuk ke rumah Rain duluan namun di cegah oleh sang pemilik

"Jangan gila, pulang sana!!"

"Iya in, sama-sama" dengus Reyhan

Lalu, dia mulai meninggalkan kawasan Rumah Rain untuk menuju ke rumahnya. Padahal dia sudah sangat lelah tapi, mau bagaimana lagi?? Jika Rain nanti di culik dirinya lah yang di salahkan, dan Reyhan tidak suka itu

Kembali pada Rain. Setelah kepergian Reyhan, dia mulai memasuki rumahnya

"Assalamualaikum"

Seperti biasa, tidak ada jawaban padahal Rain yakin rumah ini masih ada satu penghuninya. Ayolah, rumah Rain bukanlah rumah kosong

"Lo!!"

Kegiatan Rain yang baru ingin menaiki tangga menuju kamarnya terhenti karena panggilan dari seseorang

Lalu, Rain menoleh kearah orang yang sedang duduk di sofa dan tatapan orang itu lurus memandang TV di depannya

Bagas, kakaknya. Itu dia

"Sesusah itu Lo bales chat gue?? Keyboard Lo hurufnya ghaib??" Ketus Bagas tanpa melihat Rain sama sekali

Berbeda dengan Bagas, justru pandangan Rain jatuh pada sosok kakaknya yang sedang asyik menonton namun, dia malah berbicara padanya

"Gue sibuk, jadi gak bisa bales"

Lalu, Rain kembali menaiki tangga rumahnya

"Sibuk pacaran??"

Rain terdiam, dalam diamnya dia tersenyum ah ralat tapi menyeringai

"Tau apa Lo tentang gue??" Tentu saja Bagas merasa emosinya terpancing saat Rain bertanya seperti itu

Dia membanting remote TV yang di pegangnya dan pandangannya menghunus kearah Rain

Rain terkejut mendengar suara remote yang hancur lebur di tangan kakaknya itu, cukup sudah. Jangan lagi, dia sudah cukup menderita saat di sekolahnya tadi

"Lo lupa?? Lo lupa kalo gue kakak lo?? Lupa??" Nada bicara Bagas naik puluhan oktaf

Mungkin tetangga di sebelah rumahnya mendengar teriakan Bagas. Tapi, mereka sepertinya sudah biasa mendengarnya

Karena setiap hari yang kakak beradik itu lakukan hanya bertengkar seperti ini dan para tetangga hanya mendengar saja tanpa ada niat membela Rain atau sekedar melerai

Rain tertawa mendengar perkataan Bagas, padahal memang tidak ada yang lucu itu bukan tertawa karena ada sesuatu yang lucu tapi tertawa miris

"Masih anggap kalo gue adik Lo?? Apa Lo pernah perlakuin gue sebagai adik?? Apa kita pernah ngobrol tanpa teriak kaya gini?? Apa kita pernah cerita tentang masalah kita?? Atau sekadar nyapa satu sama lain??.."

Kini giliran Bagas yang terdiam

"Dan yang paling penting, apa Lo pernah lindungin gue??"

Emosi yang didera Bagas tadi langsung lenyap entah kemana saat mendengar perkataan adiknya itu seraya bertanya dalam hati, apa gue pernah ngelakuin itu??

RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang