"Udah lah, gas ke gunung kerinci aja," ucap Andrian, yang tidak sabar dengan teman-teman pendakinya ini yang sulit mengambil keputusan.
Dareen membantah. "Mending gunung Rinjani, biar sekalian main ke pantai. Gak pernah bosen gue ke gunung Rinjani, yakan Rey?" Dareen dan Reyyen memang pernah satu tim pendakian saat mendaki gunung Rinjani satu tahun yang lalu dan gunung Ciremai tujuh bulan yang lalu.
"Yoi, gue kemana aja juga bebas. Nanti vote aja pas kumpul, gue udah chat yang lain biar cepet di bahas." Reyyen masih menatap layar ponselnya.
Setelah acara pembagian rapot, mereka bertiga tidak ikut pulang dengan orang tuanya masing-masing. Karena akan kumpul dulu, maka dari itu ketiganya diam di kantin menunggu ketiga teman yang lainnya yang masih sibuk dengan kelasnya atau mungkin mendapat ceramahan dari orang tuanya karena mendapat nilai di bawah KKM.
Andrian baru mengingat sesuatu, "Tapi El lagi bucin sama adek gue, dia gak bisa kumpul sekarang."
"Nentuin aja dulu mau ke gunung mana, nanti bahas yang lainnnya baru besok. Gue yakin Rafael mah kemana aja gas," jawab Reyyen.
Andrian mengangguk setuju, dan langsung dikejutkan dengan teriakan adiknya di sebrang telfon. "Santai Na! Teriak-teriak udah kaya tarzan aja."
Biasanya Andrian akan mendapat semprotan atau sepenggal kalimat luapan kekesalan dari adiknya, tetapi sekarang yang Andrian dengar hanya isak tangis. "Abang dimana?"
"Na? Kok lo nangis? Ini gue masih di kantin sekolah, lo dimana emang?"
"Abang..." Lirihan suara adiknya terdengar sangat jelas. "Adek abis di putusin."
Andrian menganga, mencoba mencerna kembali ucapan adiknya. "Adek dimana? Udah pulang belum? Jangan nangis ya, nanti abang bacok si Rafael sampai babak belur."
"Adek di parkiran, mau samperin abang." Setelah itu panggilan terputus.
Dareen sejak tadi memperhatikan Andrian yang terlihat khawatir. "Kenapa adik lo, Yan? Gue denger lo mau bacok si Rafael? Berani emang?"
Selalu saja, selalu temannya ini meremehkannya. "Berani lah bego! Lo belum aja gue bacok sekarang juga, gue ini jagoan."
"Maksud lo jagoan neon?" kekeh Reyyen.
Andrian berdecih. "Malah jadi permen lollipop anjir, bukan preman."
"Abang!!" Andrianna berlari menghampiri Andrian, langsung menangis di pelukannya.
"Kok bisa putus, dek? Adek ada salah kali, jadinya Rafael putusin Adek."
Andrianna mengendur pelukannya, menatap garang abangnya. "Abang! Kok belain dia? Adek gak ada salah, gak pernah juga marahin dia. Tiba-tiba aja adek diputusin tanpa kejelasan."
"Mungkin Rafael udah bosen sama Adek, yaudah gapapa, dek. Abang mu aja masih jomblo, adek tenang aja, ntar juga dapet pengganti yang lain. Emang dimana sih di putusinnya?" Andrian memang selalu berusaha menjadi abang yang baik jika adiknya sedang bersedih ataupun terkena masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Koordinat Takdir [COMPLETED]
Teen FictionKesialan hidupnya di Sekolah dan tingkat emosinya meninggi, berawal dari laporan praktikum Biologi. *** Kalau bukan karena cowok sialan yang menumpahkan air pada laporannya. Kalau bukan karena Bu Dinar yang menyuruhnya untuk mengganti ulang judul p...