Mengerjai orang, memang suatu hiburan yang paling seru sekaligus memicu adrenalin. Karena bisa menimbulkan masalah, jika sang korban mengetahui pelakunya.
Kedua cowok itu terbahak kencang, sambil sibuk mencari audio yang mengerikan.
"Yang ini aja, suara kunti nya menggelegar."
"Jelek! Yang ini suara nya lebih HD."
Dareen berdecak malas. "Terserah lo dah. Eh, Yan, lo mau cosplay jadi teteh pake baju putih?"
Andrian bergidik ngeri. "Kagak lah, lo aja sono, Ren. Pake audio juga, pasti bakal ketakutan."
"Masa? Pasti orang yang denger bakal ngira orang jail doang, Yan."
Andrian mengeluarkan kotak kecil dari sakunya, lalu memperlihatkan dalam kotak itu pada Dareen. "Ini plan ke dua, kalau plan ke satu gagal."
"Yan, buat kesepakatan dulu, Yan." Dareen menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan, tapi tangan itu di tepis oleh Andrian.
"Apaan sih nih orang satu lebay amat pake kesepakatan segala."
"Ini demi harga diri gue. Kalau kembaran lo itu marah, terus lapor guru. Jangan bawa-bawa gue, Yan. Deal?"
Andrian terdiam, memikirkan sejenak resiko atau kemungkinan buruk yang akan terjadi kedepannya. "Deal."
Hari ini, Andrian akan balas dendam pada kembarannya. Andrian juga sudah mendapatkan hasil CCTV yang menunjukkan bahwa pelakunya adalah, kembarannya sendiri. Walaupun teman-teman Andrianna ikut andil, tetapi Andrian pikir tidak perlu membalas dendam pada mereka.
***
Setelah bel pulang Sekolah berbunyi. Keempat cewek ini bukannya pulang, tapi lebih memilih untuk pergi ke taman belakang. Untuk mencari jam tangan Kia yang hilang.
"Lo yakin jam tangannya ada di taman, Ki?" Jiela bertanya, sebab sedari tadi mereka berempat mencari keberadaan jam tangan di taman, tetapi hasil nya nihil.
Kia mengangguk mantap, masih sibuk mencari keberadaan jam tangannya.
"Yakin seratus persen, tadi istirahat gue ke taman masih ada di tangan gue jam tangannya, pas di kelas udah gak ada.""Beli lagi aja, Ki." Ziva berucap, lalu terduduk di kursi taman karena lelah mencari.
"Enak aja lo! Itu jam mahal."
"Lagian ke sekolah pake jam mahal segala, lo mau menuntut ilmu atau gaya-gayaan, Ki?" Kia mendelik pada si pemilik mulut pedas, siapa lagi kalau bukan Ziva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Koordinat Takdir [COMPLETED]
Teen FictionKesialan hidupnya di Sekolah dan tingkat emosinya meninggi, berawal dari laporan praktikum Biologi. *** Kalau bukan karena cowok sialan yang menumpahkan air pada laporannya. Kalau bukan karena Bu Dinar yang menyuruhnya untuk mengganti ulang judul p...