15 || Rumah Tak Bernyawa

386 132 94
                                    

Gelapnya ruangan, di tambah kesunyian membuat gadis ini tertidur pulas tak terganggu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gelapnya ruangan, di tambah kesunyian membuat gadis ini tertidur pulas tak terganggu. Sinar cahaya mulai memaksa masuk melalui celah-celah ventilasi. Sedikit demi sedikit kegelapan mulai tergantikan oleh terangnya sinar cahaya matahari yang berangsur-angsur naik menggantikan sang bulan.

Penglihatannya kurang jelas, remang-remang melihat jam di atas nakas. Mata sipit khas bangun tidur itu, sontak membelalak. Sudah pukul tujuh lebih dua puluh menit, jelas saja dirinya sudah terlambat pergi Sekolah.

Apa yang harus Jiela lakukan. Menelpon sahabatnya merupakan solusi terbaik untuk saat ini. Tidak mungkin, jika Jiela memaksa pergi, ia tidak memiliki alasan kuat untuk terlambat.

Tangannya meraba-raba seprai Kasur, tidak ada hp di sekitarnya. Terpaksa, Jiela terbangun untuk mengambil hp nya di atas meja belajarnya. Belum beranjak dari kasurnya, Jiela kembali merebahkan tubuhnya karena terlalu pusing untuk sekedar berjalan saja. Kepalanya berdenyut nyeri, sekujur tubuhnya terasa kaku dan ngilu di waktu bersamaan.

Jiela menyentuh leher dan dahinya, cukup panas. Tetapi di banding merasa panas, Jiela lebih merasakan hawa dingin pada tubuhnya. Sehingga Jiela memakai dua selimut sekaligus untuk membaluti tubuhnya yang membutuhkan kehangatan.

"Duh malah demam." Sesekali bibirnya bergetar, karena kedinginan.

Niat hati mau tertidur saja, tapi Jiela harus menghubungi teman-temannya supaya membuat surat untuknya. Jadi, terpaksa JIela terbangun dari tidurnya, cepat-cepat mengambil handphone nya, tidak kuat berdiri lama-lama.

Setelah selesai mengirim pesan singkat pada teman-temannya, Jiela segera menghubungi kedua orang tuanya. Tetapi, sesuai dugaannya, Papanya tidak akan ada waktu bak semenit pun untuk mengabarinya. Beruntungnya, Mamanya masih ingat mempunyai anak perempuannya yang di tinggal sendirian di ibu kota.

"Hai, ada apa sayang? Mama lagi sibuk nih, kamu mau apa? Bilang aja di chat, nanti Mama transfer uang nya ya. Bisa di tutup sekarang kan telfon nya, sayang?" Suara Mama, suara yang paling Jiela rindukan. Setalah tiga bulan lamanya tidak bertemu.

Hati Jiela mencelos, kenapa harus sapaan seperti itu yang Mamanya berikan. Apa tidak ada selain kata uang untuk pembicaraan kali ini.

"No, mom. I'm sick. Mama bisa pulang sekarang? Aku butuh Mama...," Nada suara Jiela sedikit bergetar, ia sedang berusaha menahan tangisnya.

"Ya ampun, Jie, kenapa bisa sakit? Mama selalu bilang jaga selalu kesehatannya, makan yang bener ya, kamu udah makan? Kalau belum delivery aja, ya? Mama masih cari asisten rumah tangga yang cocok buat kita, kamu cepet sembuh ya, sayang."

Jiela menggigit bibir bawahnya, "Aku tanya Mama bisa kesini, gak?"

"Enggak bisa, I'm sorry sayang. Get well soon ya, Mama transfer uang buat panggil dokter ya, Mama tutup sekarang ya? See you."

Ya, ini salahnya. Sekali lagi, ini salahnya. Sudah tahu jawabannya seperti apa, sudah tahu apa yang Mamanya katakan seperti apa, dan masih nekat untuk memintanya pulang ke Rumah. Dan sekarang, Jiela menangis sejadi-jadinya, jika sudah seperti ini siapa yang sakit, dirinya sendiri.

Titik Koordinat Takdir [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang