Di sebelah kirinya, ada Ziva dan Andrianna yang sudah tertidur pulas dengan tenang. Sedangkan di sebelah kirinya, ada Kia dengan suara dengkuran halusnya. Berbanding terbalik dengan kedua temannya yang kalem jika tertidur.
Jiela susah tidur. Sejak tadi kerjaannya menutup mata, lalu membuka mata kembali melihat langit-langit tenda, bergerak ke kiri dan ke kanan mencari posisi ternyamannya. Mau membuka hp, tidak guna karena tak ada sinyal di sini. Jiela hanya bisa berharap kantuknya cepat datang, supaya dapat menyusul teman-temannya ke alam mimpi.
Satu menit, dua menit, bahkan hingga lima belas menit kemudian pun kantuknya tak kunjung datang. Jiela risau, jika dirinya tidak tidur lebih awal, stamina tubuhnya tidak akan vit.
Coklat hangat. Minuman itu sepertinya cocok untuk dirinya yang kesulitan tidur. Tapi ide cemerlang itu Jiela kubur dalam-dalam, ketika mengingat minuman itu berada di tas Ehsan, artinya Jiela harus keluar tenda sendirian, malam-malam di gunung Rinjani dengan segala hal-hal mistisnya. Tidak, Jiela tak mau membayangkannya. Itu terlalu horor.
Tapi matanya ini sulit tertidur. Jiela hampir menyerah, kenapa juga susah tidurnya ini harus datang di kondisi yang tidak tepat.
Nekat, Jiela membuka resleting tenda. Walaupun tenda ujung masih ada orang yang berkumpul tetap saja menyeramkan baginya. Langkahnya mulai berjalan menuju tenda sebelah, tetapi netranya menangkap objek seseorang, sedang berdiam diri di tepi danau.
"Duh kayanya bukan orang deh," batinnya meringis. Takut jika apa yang dibayangkannya menjadi kenyataan.
Jiela berjalan sepelan mungkin supaya tak menimbulkan suara. Bodohnya Jiela tidak membawa senter, akibatnya kakinya tersandung. Jiela tak dapat jelas melihat benda apa yang menjadi penyebabnya. Sungguh, terlalu gelap.
"Ish, apa yang tadi gue injek, ya?" Jiela berdiri, tak memperdulikan luka yang berada dibawah lututnya. Yang penting coklat hangat.
Gawat. Jiela iseng melihat sekilas orang yang dilihatnya tadi. Dan sekarang sedang melirik ke arahnya. Mungkin karena tadi dirinya sempat berbicara.
"Lo ngapain disitu?"
Jiela termenung, suara itu...
Sialan! Ia kira itu makhluk tak kasat mata yang sedang nongkrong di tepi danau dengan wujud manusia. Terkejut dan dapat bernafas lega di waktu yang bersamaan.
Jiela menggerutu, tetapi langkahnya menghampiri cowok itu dan duduk di sampingnya. Tangannya memukul bahu cowok disampingnya yang sedang kebingungan, "Lo bikin gue takut! Nyalain dong senternya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Koordinat Takdir [COMPLETED]
Teen FictionKesialan hidupnya di Sekolah dan tingkat emosinya meninggi, berawal dari laporan praktikum Biologi. *** Kalau bukan karena cowok sialan yang menumpahkan air pada laporannya. Kalau bukan karena Bu Dinar yang menyuruhnya untuk mengganti ulang judul p...