Cerita kita akan tersimpan dalam di Pelawangan Sembalun. Langit Senja Pelawangan Sembalun menjadi saksi bisu.
Setelah melewati beberapa rintangan, terutama bukit penyesalan yang membuat badan sakit semua. Akhirnya mereka sudah sampai tujuan yaitu Pelawangan Sembalun.
Pelawangan Sembalun bisa dikatakan gerbang menuju puncak Rinjani, berada di ketinggian 2700 mdpl.
Sesampainya di Pelawangan Sembalun, Reyyen langsung menyuruh Jiela memasuki tenda supaya istirahat. Sementara teman-temannya sudah datang duluan, sehingga saat Reyyen dan Jiela datang, tenda sudah siap pakai.
Kia, Ziva dan Andrianna semula sedang berbincang bersama yang lainnya, kala melihat Jiela dengan wajah sembabnya, kompak langsung memasuki tenda untuk memastikan Jiela baik-baik saja atau tidak.
"Jie, sakit? Kenapa, Jie?" Andrianna khawatir, memeluk Jiela yang sedang memejamkan mata.
Kia dan Ziva saling menyenggol siku. "Ya ampun merasa bersalah banget. Tadi gue mikirnya lo pacarana dulu sama Reyyen. Ternyata lo sakit?" Kia menatap Jiela tak enak hati.
"Enggak sakit, kok. Gue Cuma—" Jiela bingung bagaimana dia menjelaskannya, sedangkan dirrinya pun tidak tahu apa penyebab dadanya yang tiba-tiba sesak.
Ziva menunggu Jiela berbcara, "Ya? Cuma apa?"
"Enggak tau, Ziva. Ini aneh banget." Jiela mengusap mukanya gusar.
Andrianna mengusap bahu Jiela, "Aneh gimana? Cerita pelan-pelan biar kitanya ngerti, jangan ada yang di tutup-tutupin. Kalau lo pusing, lo bilang pusing. Jangan merasa gak enak, jadinya lo bilang pilek aja padahal demam. Karena kita lagi di gunung, gak ada dokter di sini."
"Gue enggak pusing beneran, fisik gue baik-baik aja. Tapi, gue pun bingung, pas lagi jalan tiba-tiba aja gue keinget mama papa, terus dada gue sesek banget. Jadinya, gue suruh Ziva sama Kia duluan aja karena jalan gue mulai lambat."
Ketiganya menunjukkan raut wajah yang penuh kekhawatiran. Sebelum yang lainnya berbicara, Kia langsung mengeluarkan suara, "Terus sekarang gimana? Baik-baik aja? Atau masih sesak?"
Jiela menggeleng, "Udah enggak sesak sama sekali."
"Kok aneh ya?" Ziva merasa ada yang ganjal.
Temannya saja merasa aneh, apalagi dirinya yang mengalaminya. Sedikit tidak percaya, bahwa sesak itu sudah hilang.
Andrianna terdiam sebentar, "Enggak aneh, harusnya bersyukur. Gue mau tanya deh, selain sesak lo ngerasa pusing atau gimana gitu?"
"Selain sesak gue ngerasa lemes aja gitu, tapi kalau pusing tuh enggak terlalu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Koordinat Takdir [COMPLETED]
Roman pour AdolescentsKesialan hidupnya di Sekolah dan tingkat emosinya meninggi, berawal dari laporan praktikum Biologi. *** Kalau bukan karena cowok sialan yang menumpahkan air pada laporannya. Kalau bukan karena Bu Dinar yang menyuruhnya untuk mengganti ulang judul p...