30 || Jangan menyerah untuk sore ini

213 28 49
                                    

Kembali menyendiri, di dalam rumah tak bernyawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kembali menyendiri, di dalam rumah tak bernyawa.

Bukankah dulu, sekian lamanya hidup sendirian, tidak ada masalah baginya. Lantas, mengapa kali ini dirinya merasa kesepian seolah tidak ada yang peduli padanya.

Matanya sudah tidak mengeluarkan air mata lagi. Sejak kemarin Jiela tidak menangis. Lagi pula matanya sudah sembab, bahkan sekarang terasa nyeri. Kali ini Jiela hanya terdiam, merenung, mendengarkan hati dan akal yang seringkali bertengkar.

Sepi, sunyi, tidak ada orang, harusnya Jiela senang. Tapi bukan ini yang ia mau.

Dua hari yang lalu, Mamanya di bawa ke Singapore bersama Oma untuk menjalankan perawatan kejiwaannya. Karena kondisinya semakin parah. Mama lebih sering mengamuk dari biasanya.

Jiela tidak mengerti, mengapa hidupnya amat berantakan. Bahkan logikanya sedang mewanti-wanti suara hatinya yang memilih untuk mengakhiri hidupnya saja. Ia tahu itu bukan jalan yang baik.

Tetapi, sampai kapan Jiela akan terus merasa sendirian.

Ia butuh teman. Untuk berbagi keluh kesahnya. Di saat-saat seperti ini. Bukan hanya di kala senang saja.

Jiela meninggalkan rumah tak bernyawa itu. Pergi. Berlari, menelusuri jalan, menuju tempat dimana suaranya dapat didengarkan.

Makam Mahanta.

Tangannya terulur untuk mengusap batu nisan milik mendiang Papanya. Kali ini, tidak ada air mata. Hanya ada senyuman juga hati yang tak kunjung tersembuhkan.

"Papa..."

"Maaf Jiela tidak bisa sekuat Alora."

"Enggak apa-apa kan, Pah, kalau Jiela lemah?"

Jiela kembali mengingat kenangan buruk yang menimpa Alora terkasihnya.

***

Lika menatap lurus ke arah depan. Jiela yang baru saja pulang sekolah menatap mamanya heran, Jiela segera menghampiri mamanya, "Mah, Jie pulang. Alora mana?"

Lika terkejut, segera mengubah raut mukanya. "Eh kamu udah pulang? maaf yh mama gk sempet jemput kamu. Jadi kamu dijemput sama supir, gapapa kan?"

"Iya gapapa mah, Alora mana?" tanya Jiela

"Kayanya dia lagi main, sama Rio."

"Mah, kenapa?"

Lika mengusap mukanya, "Mama pusing, mama takut. Jantung Alora semakin lemah,"

Jiela mengusap pundak mamanya, "Kita berdoa yh mah. Jie yakin, Alora anak yang kuat."

Tidak mereka sadari, ternyata Alora sejak tadi mendengar percakapan mereka berdua dibalik dinding. Alora menggigit bibirnya, air matanya mengalir. Siapa yang tidak sedih jika mendapat informasi seperti itu. Alora mengusap air matanya. Di saat seperti ini Alora kecil masih bisa tersenyum, "Alora yakin tuhan, Alora bisa hadapin ini."

Titik Koordinat Takdir [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang