PART 11 || Tertawa

104 10 0
                                    

"Dia kakak tiri gue," ucap Alfin dengan nada kesal, tapi matanya mengisyaratkan kesedihan.

"Terus? Kenapa lo kayak benci gitu sama dia?" Tanya Thea sambil menepuk pundak Alfin.

"Dia udah rebut semua yang gue punya, ini bukan soal harta, tapi kasih sayang seorang ayah," Alfin mencoba tegar dengan menahan buliran air mata yang sudah membendung di pelupuk matanya. Meskipun ia cowok, tapi ia juga manusia yang punya perasaan.

"Karena dia dan nyokap sialannya itu, mama gue pergi ninggalin gue sendiri,"

Tes!

Air mata Alfin sudah tidak bisa dibendung lagi. Ia selalu ingin menangis bila mengingat mamanya.

Thea menepuk-nepuk pundak Alfin, ia harap dengan ini bisa sedikit meringankan beban batinnya.

"Emang.. mama lo kemana?" Tanya Thea hati-hati.

"Jauh. Di tempat yang lebih indah," Thea mengerti ucapan Alfin. Thea menunduk, merasa kasihan padanya.

Thea pikir, ia adalah anak paling menderita yang pernah ada. Tapi bila kita menyelam lebih dalam ke dunia masyarakat, masih banyak anak yang lebih menderita daripada darinya. Mereka juga lebih tegar dan kuat dari dirinya, padahal masalah mereka sangat besar dan ia hanya masalah sepele.

"Itu fakta gak?" Tanya Thea. Dan Alfin mencoba mencerna kata-kata Thea, fakta? Alfin tidak pernah mencari fakta apapun, menurutnya perilaku mereka sudah mencerminkan fakta yang asli.

"Gak perlu fakta! Liat interaksi mereka aja itu udah bukti dan fakta yang nyata!" Ucap Alfin penuh emosi.

Thea menghembuskan nafas kasar. Ia baru tahu kalau cowok di sampingnya ini sangat keras kepala!

"Bokap lo pernah perhatiin lo agar tidak berbuat hal buruk gak?" Tanya Thea lembut.

Alfin memutar kembali memorynya. Yang ia temukan adalah ayahnya selalu marah-marah saat ia pergi ke klub, memarahinya karena ia sering bolos sekolah atau merokok. Dipikiran Alfin ayahnya hanya suka memarahinya.

"Perhatiin? Perhatiin apaan? Dia selalu marah-marah sama gue sebab gue lakuin ini lah, itu lah. Bahkan dia aja pernah nampar gue pas dia tahu gue masuk ke komplotan preman," jelas Alfin panjang lebar.

"Itu namanya dia sayang sama lo Fin, dia takut lo bakal salah pergaulan terus jadi rugiin lo sendiri dan masyarakat."

"Lo pikir gue sampah masyarakat apa?!" Ucap Alfin sambil melirik Thea tajam.

"Bukan gitu--"

"Mereka itu keluarga gue, dan kita saling ngerti satu sama lain. Dan yang paling penting, kita gak malak orang. Itu cuma semacam komplotan gangster mafia,"

Thea memutar bola matanya malas.

"Biar gue tebak, musuh lo pasti yang tadi kan? Oh iya, gue kayak pernah liat muka bos nya tadi. Tapi dimana ya?" Ucap Thea sambil menggaruk pipinya yang tak gatal. Kebiasaannya saat sedang berfikir.

"Juna," ucap Alfin saat ia tahu siapa yang ada di otaknya. Thea menatap Alfin seolah meminta penjelasan.

"Lo emang pernah liat dia, pas lo nolongin gue yang mau di tusuk pisau sama Juna," ujar Alfin dan Thea hanya ber-oh-ria mendengarkannya.

"By the way, nama kakak tiri lo siapa sih?" Tanya Thea.

"Kok lo balik ke dia sih? Lo suka?" Tanya Alfin agak ngegas.

Pletak!

Thea menjitak kepala Alfin dan si empunya kepala hanya bisa meringis dan mengusap kepalanya.

ALFINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang