Thea pulang ke rumah dengan lesu. Sebenarnya ia sudah tidak terlalu mementingkan masalah tadi. Ia memutuskan untuk membiarkan saja mereka mengoceh tidak jelas tentangnya. Lama-lama mereka akan bosan dan berhenti juga. Tapi rasa kesal itu masih terus ada di benaknya.
"Thea? Kamu udah pulang sayang. Cepetan ganti baju terus turun lagi, kita makan siang dulu," ucap Indri yang berada di dapur, sedang menyiapkan telur kocok. Thea berdehem menjawabnya.
"Itu mukanya kenapa? Lupa di setrika?" Ujar Dika yang sedang duduk di meja makan dengan laptop di depannya.
"Bete," ucap Thea lalu berjalan menuju kamarnya. Dika hanya geleng-geleng melihatnya. Dika fikir Thea hanya memiliki masalah kecil dengan temannya, remaja labil.
Thea langsung melemparkan diri ke kasurnya. Ia memandang atap kamarnya. Entah kenapa ia seperti merasakan ada yang hilang di hatinya. Matanya seperti orang kebingungan yang sedang mencari-cari apa yang sedang ia cari.
Thea menggeleng mencoba untuk tidak memikirkannya. Ia berjalan menuju kamar mandi lalu mengganti pakaiannya menjadi lebih santai.
Kaos putih dan celana pendek warna coklat. Rambutnya ia gulung dengan tusuk rambut.
Thea turun ke meja makan.
"Kenapa sih? Papa liatin muka kamu kusut melulu," oceh Dika sambil memasukan keripik kentang ke dalam mulutnya.
Indri datang sambil membawa nasing goreng yang masih panas. Diberi toping suwiran ayam dan sosis goreng. em.. sungguh menggiurkan.
"Em.. enak nih kayaknya," seru Dika langsung dan langsung menyambar nasi goreng di tangan Indri. Tapi Indri lebih cepat dengan cara menjauhkannya dari jangkauan sang suami.
"Eit.. main nyambar aja. Makanan aja cepet kamu," celoteh Indri dan Dika mencebikan bibir kesal.
"Kenapa sayang?" Tanya Indri dan Thea menggeleng.
Akhirnya mereka semua makan dan berhasil menghabiskan makanannya.
"Pa, ma. Thea ke taman dulu ya. Cari angin," ucap Thea lalu berjalan menuju pintu.
"Iya. Hati-hati ya sayang, jangan pulang terlalu sore," ucap Indri dan Thea berdehem.
"Disini kan ada angin, ngapain cari di luar?" Tanya Dika dengan lolanya. Indri dengan geram memukul lengan Dika dengan sendok di tangannya.
***
"Kamu pulang Alfin?" Tanya Indah yang sedang duduk di sofa depan TV.
Ini bukan di apartement, tapi di rumah ayahnya. Alfin tidak menjawab dan langsung ke atas, ke kamarnya.
Tidak ada yang berubah, hanya saja kamarnya terlihat lebih rapi dari sebelumnya.
Alfin mengambil tas nya dan berjalan menuju lemari, memasukan semua bajunya ke dalam tas. Tujuan utamanya datang kesini hanya untuk mengambil bajunya yang tersisa.
Setelah dirasa sudah cukup, Alfin menutup lemarinya lagi dan berjalan ke arah pintu. Tapi ia tiba-tiba berhenti karena melihat seseorang di ambang pintu. Riski-kakak tirinya.
"Mau kemana?" Tanya Riski dengan melipat tangan di depan dada.
"Bukan urusan lo!" Jawab Alfin sinis lalu segera berlalu melewati Riski.
Riski menahan lengan Alfin dan mendorongnya kedepan lagi.
"Gak usah sentuh gue!" Ucap Alfin dingin namun penuh penekanan.
"Mau lo apa sih? Lo masih benci sama gue dan mama gue? Oh bukan, dia udah jadi mama lo ju-"
"Dia bukan mama gue!" potong Alfin.
"Emang gue sama mama gue salah apa sih Fin? Buka hati dikit apa salahnya coba?!" Ucap Riski kesal namun tetap tenang.
"Salah lo sama nyokap lo? Mau tau?" Ucap Alfin mendekat ke arah Riski dan menatap Riski pongah.
"LO SAMA NYOKAP LO ITU UDAH NGAMBIL AYAH GUE! DITAMBAH LAGI MAMA GUE! SEMUA LO AMBIL! LO ITU CUMA ANAK TIRI! INGAT!" Teriak Alfin tepat di wajah Riski.
Setelah itu Alfin berjalan menjauh dan meninggalkan Riski yang mematung di tempatnya.
Alfin menuruni tangga dan menemukan Indah yang berdiri di samping anak tangga menuju kamar Alfin. Mata sudah sembab dan pipinya basah terbanjiri air mata.
Alfin hanya melirik setelah itu ia benar-benar pergi dari hadapan mereka.
Mood Alfin benar-benar hancur sekarang. Ia mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Berbagai makian dan umpatan terdengar karena ulah Alfin, tapi Alfin tidak peduli dengan semua suara itu.
Alfin benar-benar meluapkan kekesalannya dengan memacu motornya tak tentu arah. Ia bahkan tidak tahu ia akan pergi kemana. Ia hanya mengikuti jalan yang di depannya.
"Aaaa.." teriakan seseorang menyadarkan Alfin akan dunia nyata. Ia mengerem motornya mendadak dan untung saja ia tepat waktu.
Cewek di depannya ini menutup matanya dengan lengannya dan tubuhnya menegang dan bergetar.
Alfin segera turun dari motor dan menghampiri cewek itu.
"Sorry, gue gak sengaja. Lo gapapa kan?" Tanya Alfin dan cewek itu mengangguk dan sedikit terisak. Ia mulai menurunkan lengannya.
Alfin sedikit terkejut melihatnya, namun dengan segera ia mengembalikan raut wajahnya menjadi datar kembali.
"Thea?" Panggil Alfin dan Thea mendongak untuk melihat.
"Lo?!" Teriak Thea dan Alfin menutup telinganya.
"KALAU BAWA MOTOR ITU LIHAT-LIHAT! LO PIKIR NIH JALAN PUNYA NENEK MOYANG LO APA?!"
"Berisik!" Ucap Alfin lalu menurunkan tangannya dari telingannya.
Thea sudah mau membuka suara tapi Alfin dengan sigap langsung menutup mulut Thea.
"Gak usah teriak-teriak, minggir! Gue mau lewat," ucap Alfin lalu berjalan menuju motornya.
"Woy! Gue belum selesai ngomong!" Teriak Thea saat motor Alfin mulai bergerak.
"Woy! Fin, berhenti ngapa sih?" Ucap Thea menghalangi jalan Alfin.
"Gak!" Jawab Alfin ketus. "Minggir!" Lanjutnya.
"Kalau gue gak mau?" Tantang Thea.
Alfin memutuskan untuk tidak berdebat dengan wanita. Ia menyampingkan motornya dan lewat samping. Tapi Thea lagi-lagi menghadangnya.
Tinn!
"Woy! Mau nyebrang liat-liat dulu dong!" Maki pengendara lain yang kebetulan mau lewat di belakang Alfin.
Setelah mengucap 'maaf ' Alfin kembali menghadap Thea.
"Mau lo apa?" Tanya Alfin mencoba untuk sabar.
"Ikut lo,"
Bersambung...
Jangan lupa buat vote and comen.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFINO
Teen Fiction[JUDUL AWAL The Prince Escape] Cover by @Sha_Yap16 *** Alfino Putra Danuandra, cowok gengster yang keras kepala namun tetap disukai karena paras tampannya. Ia memiliki 2 orang sahabat, Dimas dan Dirga. Mereka bertiga memiliki masalah yang sama, oran...