Malam telah menyambut, pukul 19.25 WIB.
"Fin," panggil Thea dari atas motor.
Alfin berdehem menjawab Thea. Mereka sedang dalam perjalanan untuk mengantar Thea pulang, lebih jelasnya Alfin yang mengantar Thea pulang.
"Lo masih benci ya orang tua lo?" Ucap Thea pelan.
"Apa? Kerasin, gue gak denger," seru Alfin.
"Gapapa kok, nevermind," balas Thea cepat.
Tik! Tik! Tik!
Tiba-tiba hujan turun secara rintik-rintik, namun kelamaan menjadi deras. Alfin menepikan motornya disalah satu bangunan tua yang tak perpenghuni.
Alfin turun dari motor dan di ikuti Thea yang turun juga. Alfin mengibas-ngibaskan seragamnya, berharap itu bisa sedikit mengeringkan bajunya.
Berbeda dengan Thea selalu suka akan hujan. Ia mengangkat kepalanya, menatap langit malam dan mengulurkan tangannya untuk menyentuh rintik-rintik hujan dari atas genteng.
"Lo suka hujan gak?" Tanya Thea tanpa melihat Alfin.
Alfin menoleh dan menaikan satu alisnya, "gak juga,"
"Lo banyak pikiran kan?"
Alfin tak menjawab. Tapi Thea tahu bahwa Alfin banyak pikiran.
"Rasain airnya deh, terus tenangin pikiran lo," saran Thea.
"Untungnya buat gue apa?" tanya Alfin yang tidak peka atau bagaimana.
Thea menghembuskan nafas panjang. Ia harus tetap sabar dan tidak boleh emosi. "Intinya lo pengen tenang gak?"
Alfin tidak menjawab. Sepertinya ia masih mencerna kalimat itu di dalam otaknya.
Thea menunjuk ke depan dengan dagunya. Mengisyaratkan agar Alfin melakukan hal yang sama dengannya.
Alfin tampak ragu melakukannya, ia pikir itu sangat kekanakan.
Thea yang gemas langsung memegang tangan Alfin mengarahkannya ke air. Alfin sedikit terkejut, sekarang tangan mereka menadah air bersama-sama. Tangan mungil Thea menopang tangan kekar Alfin.
Alfin memperhatikan Thea yang memejamkan mata menikmati air hujan. Alfin mengikuti apa yang Thea lakukan. Tenang dan damai. Thea benar, jika kau banyak masalah rentangkan tanganmu dan nikmati air yang mengalir, maka semua masalahmu akan mengalir.
"Lo mau yang lebih seru gak?" Ujar Thea.
"Hm?"
"Mau apa enggak?"
"Apa?"
"Kayak ... gini!!" Seru Thea lalu menarik tangan Alfin untuk berada ditengah jalan. Sekarang mereka sudah basah kuyub terkena air hujan.
"Lo gila?! Entar sakit gimana?" Khawatir Alfin, entah siapa yang ia khawatirkan. Dirinya atau Thea.
"Siapa? Lo atau gue?" Goda Thea.
"Gue lah," alibi Alfin. Thea menahan tawa karena saat Alfin gugub ia tampak menggemaskan.
"Lihat keatas deh, terus rasain air yang menimpa kepala lo," saran Thea lagi.
"Untungnya buat gue?"
Thea memutar bola malas. Kalimat itu lagi? Thea menatap Alfin lekat dan tajam. Dan mau tidak mau, Alfin harus menurutinya. Bukan tanpa sebab, ia hanya tidak mau berurusan dengan seorang wanita.
Alfin perlahan mendongakan kepalanya, menatap langit yang sudah gelap dan dijatuhi air dari atasnya.
Spratt..
Thea mencipratkan genangan air kewajah Alfin, membuat sang empu kaget dan tersadar.
"Haha..." tawa Thea pecah saat melihat wajah Alfin yang kaget.
"Ohh.. gitu ya?"
Spratt..
Alfin balik menyiprati Thea. Thea tidak mau kalah, ia mengehentakan kakinya kebawah dan membuat genangan air itu mengucar keatas. Alfin juga membalasnya.
Mereka bermain air diselingi canda dan tawa, Alfin belum pernah sebahagia dan setenang ini sebelumnya. Saat Thea datang, semua berubah.
***
"Thea?" Kaget Indri saat melihat Thea pulang dengan keadaan basah kuyub, serta masih memakai seragam sekolah.
"Siapa ma?" Tanya Dika dari dalam lalu keluar.
"Loh, Thea. Kamu dari mana? Kok jam segini baru pulang, main hujan ya kamu?" Terka Dika.
"E.. ehe.. i-iya pa," gugub Thea sambil nyengir.
"Ya sudah, om, tante, Thea, saya pulang dulu," pamit Alfin.
"Loh Alfin, tante gak sadar kamu juga ada," kaget Indri karena tidak sadar kalau Alfin berada disitu.
"Mama masuk dulu aja sama Thea, papa masih mau ngomong sama Alfin," tegas Dika.
Indri dan Thea saling tatap, namun kemudian mereka memutuskan untuk masuk saja.
"Saya mau ngomong sama kamu, turun dan duduk dulu disini," pinta Dika sambil duduk dikursi kayu teras rumah.
Alfin turun dari motornya, tapi tidak duduk.
"Maaf om, tapi badan saya basah semua," tolak Alfin.
"Gapapa, cuma basah aja kok, duduk aja,"
Alfin menuruti Dika dan duduk dikursi kayu sebelah Dika yang dibatasi meja.
"Ada hubungan apa kamu sama anak saya? Setiap kali saya melihat Thea pulang malam, selalu bersamamu," ucap Dika to the point.
"Maaf sebelumnya om, tapi saya tidak punya hubungan apapun dengan Thea. Kita hanya tidak sengaja bertemu lalu menjadi, teman?" Ucap Alfin dan meragu diakhir kalimat.
"Tapi kalau om mau saya menjauhi Thea, akan saya lakukan," ucap Alfin yang seperti berat mengatakan itu.
Dika tidak menjawab sama sekali tapi nampaknya Alfin sudah mengerti.
"Kalau begitu saya pamit om," pamit Alfin, setelah itu ia menancap gas motornya untuk menjauh dari situ.
Entahlah, setelah mengucapkan itu pikirannya menjadi kosong, baru saya ia tenang sudah diberikan cobaan lagi.
Alfin mengendarai motornya dengan fikiran kosong, dan juga diterangi oleh rembulan.
Bersambung....
OMG!!😥
Gue nulis aja sampek baper loh😁
Lanjut gak nih?
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFINO
Teen Fiction[JUDUL AWAL The Prince Escape] Cover by @Sha_Yap16 *** Alfino Putra Danuandra, cowok gengster yang keras kepala namun tetap disukai karena paras tampannya. Ia memiliki 2 orang sahabat, Dimas dan Dirga. Mereka bertiga memiliki masalah yang sama, oran...