PART 19 || Batle and Truth

83 10 0
                                    

Sedari tadi Alfin hanya melamun. Pelajaran yang diberikan Pak. Mail didepan seperti masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

Ia terus terbayang kata-kata kakak tirinya itu dan juga perilaku gadis yang ia tahu bar-bar mendadak menjadi dingin.

"Suatu hari nanti lo bakal tahu dan ngerti," ucap Riski.

"The," panggil Alfin. Tapi Thea tidak menjawab dan langsung masuk kedalam rumahnya.

Oh good! Apa semua orang akan meninggalkannya sendiri lagi?! Kata-kata dan perilaku itu terus berputar dalam otaknya. Alfin menjambak rambutnya sendiri dengan kesal.

"ALFIN! KELUAR!" teriak Pak. Mail.

Alfin dengan senang hati langsung keluar dan berjalan entah kemana. Yang ia butuhkan hanya ketenangan!

"Alfin sayang.. Alfin tungguin aku," teriak seorang cewek dari belakang dengan nada yang ingin membuat Alfin muntah seketika. Sungguh, ia tidak berharap untuk bertemu cewek ini!

"Sayang," panggilnya dengan bergelanyut manja dilengan Alfin.

"Lepas!" Tekan Alfin sambil melepas tangan cewek itu dengan kasar. Apa Alfin sudah memberitahu kalian bahwa ia tidak akan kasar apalagi menyakiti wanita? Tapi tidak kepada wanita yang bajingan! Cewek ini contohnya.

"Ihh.. kamu kok gitu sih?" Rengeknya.

Jijik gue! Mendingan Thea kalau ngerengek jelas, gak kayak nih cewek! Eh, kok gue mikirin Thea ya? Ah udah lah- batin Alfin.

"Cel! Kita udah gak ada hubungan apa-apa lagi! Dan stop panggil gue pakek sebutan sayang, honey, apalah! Jijik gue!" Sarkas Alfin lalu segera berlalu dari hadapannya.

Cewek tadi adalah Celina. Cewek yang pernah dia sayang dan cinta, tapi tak berlangsung lama Alfin langsung memutuskan hubungan dengannya. Kenapa? Karena Alfin masih sakit hati melihat Celina berduan dengan cowok lain dan menghilang disaat dibutuhkan saat Alfin dalam keadaan susah. Jelas kan!

"Alfin!!"

Alfin membiarkan cewek tadi mendumel tidak jelas. Ia memutuskan untuk kerooftop saja.

Angin semilir menerpa wajah tampan Alfin. Ini yang ia butuhkan, ketenangan dalam angin. Hampa tadi menenangkan.

"Fin," panggil Dimas secara tiba-tiba dengan menepuk pundak Alfin.

Alfin sedikit terkejut dan terganggu, tapi pasti ada hal penting. Kalau tidak mereka tidak mungkin menghampirinya sampai rela keluar, padahal ini masih jam pelajaran.

Ekspresi Dirga yang selalu menyebalkan kini juga berubah menjadi serius.

"Penyerangan,"

***

"Ketemu lagi," sapa Juna dari balik segerombolan anak buahnya lalu mamandang Viktor dan yang lainnya remeh.

Mereka bertemu dijalan kosong yang tampak hampa dan sunyi. Seperti tidak ada kehidupanpun yang tinggal disana. Atau bisa dibilang itu adalah wilayah perbatasan mereka.

Di kubu Viktor sudah ada yang lain, termasuk Alfin, Dimas, dan Dirga. Mereka membolos dan masih mengenakan seragam sekolah.

Di kubu Juna juga ada anak sekolahan. Mereka juga masih memakai seragam dengan motif yang berbeda-beda.

Dan ini yang paling mengejutkan. Feri muncul dari sela-sela kawannya. Ini tidak memengaruhi Viktor dkk karena mereka tidak mengenal Feri. Tapi berpengaruh untukmu mungkin.

"Jun. Serius, kalau lo emang mau gue mati silahkan aja bunuh gue!" Seru Viktor membuat semua anak buahnya terkejut bukan main.

"Tapi jangan pernah libatin orang lain yang ada hubungan apa-apa dengan masalah kita! Gue juga gak mau berantem sama lo lagi, atau gak pernah," ucap Viktor dengan nada menurun, lalu melirih diakhir kalimat.

ALFINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang