PART 15 || Together.

90 10 0
                                    

"Ikut lo," ucap Thea sambil membuat puppy eyesnya.

"Gak!" Jawab Alfin ketus.

"Please.. anggap aja ini kayak ganti rugi karena lo hampir nabrak gue tadi," mohon Thea.

Thea terus menatap Alfin dengan puppy eyesnya, membuat Alfin menatapnya dengan artian yang tak bisa dijelaskan. Entah ini karena cuaca panas atau karena Thea, Alfin mengeluarkan keringat dingin dari pelipisnya.

Alfin menyerah. Ia menghembuskan nafas panjang.

"Terserah lo deh," ucap Alfin pasrah.

"Yeay.. makasih kak Alfin," ucap Thea dengan kekehan. Alfin hanya memutar bola mata malas.

Thea segera berjalan menuju jok belakang dan baru saja ia ingin naik sudah ditahan oleh Alfin.

"Ngapain lo?" Tanya Alfin sambil mengangkat satu alisnya.

"Ya naik lah,"

"Gue gak nyuruh lo naik,"

"Terus? Gimana gue mau ikut lo?" Protes Thea.

"Jalan lah," jawab Alfin santai.

"Berdua?"

"Kalau berdua yang bawa motornya siapa? Lo doang," kata Alfin sambil menahan tawa melihat ekspresi wajah Thea.

"Lo tega nyuruh cewek secantik gue buat jalan di tengah terik matahari?!" Ucap Thea kesal.

Alfin tersenyum kecil. "Bercanda. Buruan naik," ucapan Alfin membuat Thea kembali sumringah kembali. Segera ia langsung naik ke motor Alfin.

Alfin menjalankan motornya, melaju menjauhi jalanan itu dengan Thea di boncengannya. Thea hanya memegangi tas Alfin, ia tidak mau membuat Alfin risih. Lagipula ia bukan tipe cewek yang mencari kesempatan dalam kesempitan.

Alfin memberhentikan motornya di depan apartementnya.

"Kita di mana?" Tanya Thea masih dengan melihat-lihat bangunan yang berdiri kokoh di depannya ini.

"Kelihatan dimana?" Jawab Alfin acuh. Thea mengerucutkan bibirnya kesal.

Akhirnya Thea pasrah dan mengikuti Alfin dari belakang. Mereka memasuki lift dan bergerak menuju lantai 6.

Hanya mereka berdua di dalam lift tersebut. Keadaan menjadi canggung dan hening. Thea sangat tidak menyukai suasana ini.

"Lo kok gak bilang mau ke apartement lo?" Tanya Thea memecah hening.

"Ngapain ngomong. Kan lo sendiri yang minta ikut," ucap Alfin tenang tapi tidak dengan Thea. Otaknya sudah dipenuhi hal-hal negatif tentang Alfin.

Alfin turun dari lift, tapi Thea masih mematung di tempat. Alfin menaikan satu alisnya.

Thea dengan segera keluar dari lift tersebut karena bila tidak pintu liftnya akan tertutup lagi.

"Kenapa?" Tanya Alfin karena melihat Thea seperti gemetar ketakutan.

"Lo-lo gak ba-bakal-"

"Lo pikir gue cowok apaan?!" Potong Alfin karena ia mengerti arah jalan pikir Thea.

Alfin langsung pergi dan berjalan menuju tempatnya. Thea berusaha berfikir positif. Ia menarik nafas lalu membungannya perlahan, lalu ia segera mengikuti Alfin.

Thea terpesona dengan ruangan ini. Tempatnya sangat luas dan tersedia semua peralatan yang sangat mewah. Thea bukannya norak, kalau ia mau, ia bisa langsung memintanya pada ayahnya.

Yang membuat Thea terpesona adalah ukiran dan desigh kamarnya. Ini seperti sebuah ruangan bergaya Viktoria. bahkan Alfin memiliki guci yang memiliki ukiran rumit dan dengan melihatnya saja, sudah jelas bahwa guci ini adalah barang antik.

ALFINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang