06. The Bad Deal

1.2K 137 45
                                    

Yang memikul belum tentu sengsara, yang tersenyum belum tentu bahagia. Jangan terlalu percaya dengan mata, sebab dia banyak mendustai hati tentang banyak perkara.

-Someone With Her Words, with Her Tears-

-°○°○°○°○°○°-

“Hei, Bro. Cakep lo hari ini ya? Nggak! Jaket lo yang gue maksud, jangan ge-er.”

“Eh itu resleting tas lo ke buka. Sama-sama. Santai aja, iya ya nggak apa-apa.”

“Gue kelupaan bawa topi upacara, boleh nggak pinjem punya lo? Oke, makasih sayang.”

Kalian punya teman kelewat ekstrovert seperti ini, yang bisa nyapa siapa saja di sepanjang jalan sekalipun itu orang gila dengan pakaian compang-camping? Kalau ada, bisa tidak tukeran dengan Tari, sebab teman kalian itu jauh lebih baik ketimbang Veril yang parahnya nauzdubillah. Dia tak tahan dengan gadis sejenis Verilwin Eanstar. Jangan heran kenapa dia bisa dikenal di Cahaya Biru—meskipun bukan tipe-tipe cewek yang dipuja kebanyakan lelaki—karena yah sifatnya yang satu ini. Sapa sana-sini tanpa kenal malu sampai-sampai kesannya nyerempet ke sok kenal sok dekat.

Meskipun begitu, Veril tetaplah Veril. Tebar senyum dimana pun, ngasih kedipan centil ke beberapa cowok tampan di koridor sekalipun itu adik kelas tanpa peduli protesan yang Tari layangkan setiap hari. Tak lupa juga mengeluarkan cermin mini setiap lima menit sekali untuk mengecek liptintnya sudah tersapu rapi apa belum.

Tari jelas jengah, hanya bisa menatapnya datar dan terkadang berhenti sesekali dibelakang gadis itu untuk menunggunya selesai dengan basa-basi hariannya itu. Sifat Tari dan Veril juga bertolak belakang, jika Veril punya sifat ramah dan bisa berteman dengan siapa pun dalam waktu lima menit, beda dengan Tari yang terkesan cuek dan agak sulit menerima orang baru. Tapi kalau masalah terbuka, Tari lebih mudah membuka diri kepada orang terdekatnya ketimbang Veril.

“Oh, Kak Mei! Anyeonghasseyo!” Veril menyapa senior mereka yang pernah datang ke Korea itu, Tari hanya diam di sampingnya. Seorang lelaki menemani Mei, Tari tidak tahu siapa nama orang itu. “Nanti ada kegiatan diklub dance, Kak?”

“Ah, iya kalau nggak salah. Kamu bisa cek digrup chat nanti.” Mei tersenyum simpul. “Gue duluan ya.”

Lelaki di belakang Mei mengikuti, rasa-rasanya Tari pernah melihatnya. Tapi tidak yakin di mana, ingatannya soal menghapal orang dan nama sangatlah buruk.

“Lo bisa nggak sih sehari aja berhenti buat nyapa orang? Bahkan lo nyapa orang yang nggak lo kenal,” sergah Tari setelah kepergian Mei dan si cowok. Tari tak berniat mencari tahu soal nama cowok disamping Mei tadi meskipun dia sedikit penasaran, toh itu tidak ada untungnya. “Malu-maluin.”

“Suka-suka gue dong. Lagian lidah gue gatel kalo nggak ngajak orang ngomong.”

“Ini baru Senin, hemat tenaga.”

“Emangnya gue kayak lo, yang hari Senin aja kemalasannya udah stadium akhir?” Veril dadah-dadah cantik ke kerumunan adik kelas perempuan yang duduk santai di pendopo, menunggu bel berbunyi dan upacara di mulai. “Hei, WILLIAM CINTAKU!!!” Veril berlari mengejar punggung lebar yang sudah berjalan terlebih dahulu di depan mereka. Beberapa pasang mata menatap ke arah Veril dan dirinya, Tari menutup wajahnya menahan malu.

“WILLIAM, MY ROMEO! I’M YOUR JULIET. WAITING--agh! Sakit anjir!” teriakan Veril terhenti ketika Tari melempar sepatunya tepat ke kepala Veril, tentu dengan wajah malas andalannya.

“Jangan teriak-teriak, entar lo di sangka pasien RSJ yang kabur dari rumah sakit.” Tari memungut sepatunya, mengenakannya dengan santai. Sedangkan William yang sudah sadar dengan keberadaan dua sahabat karib di belakangnya pun berbalik. Lelaki dengan rambut pendek namun tetap terkesan dengan style ala Korea itu pun tergelak melihat keduanya.

My Illegal Boyfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang