10. Don't Be Too Near

1K 118 25
                                    

Trik terbaik untuk mencairkan cowok yang dinginnya setara sama batu es? Dibiarin aja, ntar cair sendiri.

-Tari Ashallegra, yang terlalu malas untuk berpikir ribet-


Tari hanya bisa menatap dengan mata kantuknya dua lelaki yang tengah sibuk membedah motor Arseno tanpa mempedulikan jika Tari sudah merasa seperti patung pancoran yang hanya di gunakan untuk pajangan. Menatap kegiatan keduanya dengan setengah niat. Untungnya Arseno membawa dirinya kesini adalah; dia punya beberapa bahan riset yang bisa dijadikan acuan untuk membuat novel.

“Kemarin loh nyuruh gue nyari filter, kan Bang? Ini udah gue cariin.” Arseno mengulurkan barang yang ada di tangannya. Wajahnya di penuhi oleh noda debu dengan rambut semrawut akibat keringat. Udara cukup panas di garasi rumah Christopher.

Oh iya, Cristhoper Van ini katanya kenalan Arseno sejak lama. Kelahiran tahun 1997 dan sekarang lagi kuliah dengan jurusan Teknik Mesin. Jadi jangan heran, kenapa Arseno sering kali menjadikan rumah Chris sebagai tempat bengkel Bam saat dirinya ingin memodifikasinya.

“Ini aftermarket, ya?” Chris tetap sibuk dengan pekerjaannya. Sepenglihatan Tari, lelaki itu sedang sibuk memeriksa mesin motor—meskipun rata-rata seluruh isi motor itu memanglah mesin.

“Iya, Bang. Tapi gue lihat kualitasnya bagus. Makanya gue beli.” Chris mengangguk setuju dengan pendapat Arseno. “Gue pengen ganti knalpot juga, Bang. Biar power-nya lebih bagus. Tapi uang gue kandas, jadi harus nungguin bulan depan dulu kalo mau ganti. Lo sibuk nggak Bang bulan depan? Bisa nggak bantuin gue lagi?”

Chris hanya tertawa pelan mendengar Arseno yang tampak semangat sekali menceritakan rencananya. Arseno memang terkenal suka memodifikasi motornya, tak heran jika motor matic hitam biasa itu bisa di sulap jadi kendaraan yang tampak elegan dan memukau. “Santai aja, No. Nggak usah keburu-buru, lagian lo kan harus fokus belajar. Jangan kerja mulu cuma buat beli perlengkapan motor lo.” Chris menegakkan tubuh, menepuk jok motor Arseno dengan senyuman bangga. “Bulan kemarin lo juga baru ganti jok. Belum lagi painting body motor, anak sekolahan kayak lo udah luar biasa banget bisa modif motor sampe sekeren ini.”

Tari pusing sendiri, sejak tadi dia terus menerus mendengarkan istilah-istilah dalam permodifikasian motor. Membuat Tari hanya bisa menatap kertas dan juga pena yang tadi dia minta pada Arseno untuk membunuh waktu dengan membuat bahan riset. Arseno juga dengan baik hatinya meminjamkan ponsel miliknya untuk searching, katanya biar Tari tidak merengek minta di antar pulang nantinya.

Mata Tari menatap lekat Arseno yang berbincang-bincang dengan Chris. Keduanya tenggelam dalam topik obrolan yang mereka ciptakan tanpa mengundang Tari. Ia juga pernah dengar, jika para cowok akan lupa sekitar kalau sudah menekuni hobi, dan Tari mengakui jika Arseno juga begitu. Sejak sejam yang lalu sesampainya mereka disini, Arseno sama sekali tidak meliriknya barang sejenak pun.

Namun ada yang aneh di pandangan mata Tari. Saat Arseno seperti ini, lelaki itu tampak seperti remaja normal tanpa ada punya niatan untuk melakukan hal-hal yang melewati batas-batas norma sosial. Semisal ... you know, kissing at the school or doing something more than that, seperti yang melakukan hal tersebut adalah orang lain yang bukan Arseno.

Apa lelaki itu punya dua sisi yang berlawanan? Selama bersama Arseno, cowok kejam itu juga tak pernah memandangnya dengan tatapan nyeleneh. Meskipun perkataannya selalu membuat jiwa raga membara bak kyubi ekor tiga yang sedang bangkit.

Senggolan pelan pada bahu kirinya membuat Tari tersentak dari lamunan. Arseno duduk bersila di sampingnya, bersandar pada dinding garasi yang diterangi oleh cahaya kekuningan lampu neon. Hari sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, untung shift jaga Tari di toko Bude Sarah bertepatan pada jam 8. Jadi Tari tak harus terburu-buru mendesak Arseno untuk mengantarnya pulang.

My Illegal Boyfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang