Apakah kau lelah mengejar mimpi yang masih terasa jauh?
Apakah kau ingin melepas ambisi yang membebani harimu?
Visi, misi, harapan, yang tak putus membebani kakimu.
Tapi dengan hasil yang masih jauh di luar ekspektasimu.
Aku tak tahu cara meringankan bebanmu, yang ku tahu hanya satu hal; "Kau sudah melakukannya dengan baik."
-Someone Who Decided to Keep Being A Dreamer-
Setelah berhasil meninggalkan sekolah yang mendadak terasa menyesakkan, Arseno segera mencari tempat terdekat untuk duduk. Pilihannya jatuh pada kursi taman yang tak jauh dari sekolah.
"Tunggu di sini dan jangan kemana-mana!" titahnya tak mau di bantah. Tari yang sudah kehabisan tenaga pun hanya bisa mengangguk patuh, tak punya tenaga untuk melawan, apalagi memprotes.
Arseno segera berlari, mencari apotik terdekat dan membeli beberapa peralatan dasar P3K seperti kain kasa, kapas, alkohol, plester luka, dan juga betadin. Setelah mendapatkannya, Arseno segera kembali dan ikut duduk di samping Tari yang sedang memejamkan matanya sambil menyandarkan kepala pada sandaran kursi.
Arseno sempat menghela napas sejenak, melihat memar di rahang Tari dan juga keadaan pipi yang memperlihatkan luka gores panjang, penampilannya yang tampak kacau membuat Arseno cukup merasa terganggu. "Geser sini," ujarnya menarik lembut lengan Tari, tapi Tari tetap meringis pelan. Tubuhnya terasa remuk.
Pelan-pelan Arseno mulai menuangkan alkohol pada kapas, mengusap secara hati-hati luka di pipi Tari. "Ish, pelan-pelan," desis Tari menahan perih.
"Jangan cengeng!" Arseno menghela napas sekali lagi, entahlah, melihat gadis di sampingnya ini dalam keadaan kacau ternyata mampu mempengaruhi emosinya yang mendadak berubah labil. "Kenapa bisa ketangkep sama Ella, sih? Lo nggak pandai lari atau apa? Coba aja gue nggak datang tadi, lo pasti udah jadi mayat sekarang. Gue tahu lo orangnya super pemalas untuk ngurusin hal-hal ribet meskipun itu cuma mikirin strategi buat kabur, tapi sekali-kali lo juga harus lari kalau di perlakukan kayak tadi."
"Kok cerewet sih?" Tari mendecak sebal, inginnya kan dia di perlakukan baik-baik setelah di 'hajar' seperti ini, tapi tahunya malah di ceramahi.
"Cerewet kata lo?!" Arseno sengaja menekan luka Tari sedikit kasar saat memberikan betadine, tentu saja Tari langsung mengaduh akibat perbuatannya. Di tambah lagi jitakan pelan di kepala semakin membuat Tari cemberut. "Gak tahu lagi gue sama lo! Besok-besok gue biarin aja lo kalo di bully kayak tadi."
"Lo khawatir, ya?" tebak Tari sambil menatap wajah Arseno yang fokus pada luka di pipinya.
"NGGAK! SIAPA BILANG?"
"Kalau enggak ya jawabnya biasa aja kali, nggak usah nge-gas gitu," tukas Tari sambil terkekeh. Cowok itu jelas mencemaskannya-mungkin bisa jadi, atau ini hanya prasangka Tari saja-tapi terlalu memiliki ego tinggi untuk mengatakan hal tersebut.
"Malah ketawa lo," ketus Arseno lagi. Hening sejenak, Arseno dengan telaten memasangkan plester luka di pipi Tari di atas kain kasa. Setelahnya baru menatap lekat gadis itu. Sebenarnya banyak yang ingin Arseno katakan, seperti: apakah pipinya sakit? Apakah kepalanya tidak apa-apa? Apakah Tari perlu ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut? Apakah yang gadis itu rasakan saat ini? Sedih, kesal, marah, atau malah menanam dendam? Tapi lidahnya kelu, semua itu hanya bisa tertanam di kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Illegal Boyfriend
Teen Fiction[SELESAI REVISI✓] cover by @Ttmdesaignart [SPIN OFF SATU TIKET PULANG] Seharusnya seorang Tari Ashallegra, gadis biasa-biasa saja, kudet, punya sikap cuek terhadap gosip hot disekolahnya dengan otak pas-pasan yang memiliki pekerjaan sambilan sebagai...