Karena aku mulai merasakan jika kopi itu manis, vanilla itu pahit, dan lelah itu menyenangkan, membuatku berpikir jika aku sudah mulai beranjak dewasa. Namun saat bertatap denganmu, aku sadar jika aku masih kekanakan karena berpikir bahwa hanya kamu pusat duniaku.
-When You Falling Love-
“Bam dengerin gue ...” Arseno mengacak rambut dengan pelan, menghela napas untuk yang kesekian kali. “gue tahu lo cemburu gara-gara gue udah jarang banget main sama lo, gue paham banget. Tapi jangan mogok sekarang, ya? Gue bisa dibantai Tante Rasel kalau pulangin Moron kemalaman. Mana nggak ada bengkel deket sini lagi. Tapi lo seharusnya nggak mogok dong, Bam. Kan baru minggu kemarin gue service juga!”
“Pfft.”
“Jangan ketawa lo!” tuding Arseno pada Tari yang duduk di pinggiran jalan, memandangi Arseno yang sejak tadi sibuk membujuk Bam yang “katanya” sedang ngambek. “Gue serius ini, ntar gue diamuk nyokap lo. Gara-gara lo ngetik juga kita jadi berangkat malam, ck.”
“...” Tari hanya berkedip, mengeratkan jaket yang Arseno pinjamkan padanya. Gadis itu duduk santai sambil minum susu kotak cokelat yang dia beli di warung terdekat. Of course, Arseno yang membelikan. “Gue udah kasih tahu Ibuk, betewe.”
Arseno yang mencoba men-starter motor terhenti seketika. “Jadi dari tadi gue misuh-misuh takut lo kena marah itu gak guna sama sekali? Dari kapan lo nelepon Tante Rasel?”
“Sejak lo ngobrol sama Bam.” Tari menyesap susu kotaknya lagi. Angin malam berhembus dingin, membuat Tari bergidik. Untung Arseno dengan baiknya mau meminjamkan jaket untuk mengusir dingin.
Arseno menegakkan tubuh, mencoba untuk bersabar. Ditambah wajah santai tak berdosa Tari membuat Arseno kian merasa dikhianati. “Bilang dari tadi, Ron! Aish, gua gak perlu panik kalau tau dari tadi.”
“Lo nggak nanya,” bela Tari, membenarkan letak kacamatanya yang sedikit melorot. Arseno menyerah untuk membujuk Bam dan memilih ikut duduk didekat Tari. Tangan Arseno terulur dan mengacak rambut Tari yang malah bisa santai sambil minum susu kotak tanpa mau membantu Arseno. “Lo aneh, ngomong kok sama motor.”
“Yang ngomongin gue aneh justru jauh lebih aneh dari pada gue,” balas Arseno datar. Tangan Arseno merogoh saku jaket yang Tari kenakan, gadis itu sempat kaget, namun tak lama. Arseno hanya perlu mengambil ponsel dan menge-chat stay, meminta agar menjemput Bam sedangkan Arseno akan mengantar Tari menggunakan taksi. Jam masih pukul sembilan malam, belum terlalu larut bagi Arseno yang terbiasa keluyuran. Wajar, dia laki-laki. Tapi ini sudah termasuk jam malam untuk orang seperti Tari.
“Kak.” Arseno bergumam untuk menyahut panggilan Tari, masih sibuk dengan ponsel ditangan. “Kayaknya gaun ini lebih baik dikembalikan deh.”
“Mulai lagi?” Arseno mengangkat pandangan untuk melihat Tari yang tampak kekuningan dibawah penerangan yang berasal dari lampu jalan. Jalanan sedang sunyi, jadi tak apa sedikit bersantai di pinggiran jalan. “Udah gue bilang, itu uang gue sendiri. Gue yang kerja, terserah gue mau beliin buat apa, termasuk beliin lo gaun.”
“Tapi harganya sepuluh ju—“
“Nggak mahal,” sela Arseno cepat. Sejak sejam yang lalu, Tari masih saja mendebatkan hal yang sama. Arseno jengah. “Udah, diem. Apa perlu gue beliin susu cokelat lagi biar nggak berisik?”
Arseno kembali sibuk berkutat dengan ponsel. Ternyata Yuta sedang senggang—as expected—jadi bisa menjemput Bam. Tapi Arseno yakin, ujung-ujungnya Yuta hanya akan menyuruh orang suruhannya yang menjemput Bam. Kali ini Arseno mencari taksi online, tanpa tahu kalau orang disampingnya menggigiti ujung pipet dengan geram dan kaki menendang-nendang kerikil.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Illegal Boyfriend
Teen Fiction[SELESAI REVISI✓] cover by @Ttmdesaignart [SPIN OFF SATU TIKET PULANG] Seharusnya seorang Tari Ashallegra, gadis biasa-biasa saja, kudet, punya sikap cuek terhadap gosip hot disekolahnya dengan otak pas-pasan yang memiliki pekerjaan sambilan sebagai...